Sosok.ID - Seorang pakar virologi kenamaan menyatakan, dia menuding pemerintah China sengaja menutupi wabah virus corona.
Dr Yan Limeng, virolog sekaligus pakar imunologi di Universitas Hong Kong, mengklaim Beijing tahu mengenai virus jenis baru ini.
Dalam wawancara dengan Fox News, Dr Yan dia mengutarakan supervisornya, yang terdiri dari sejumlah pakar terkemuka, mengabaikan penelitiannya.
Padahal berdasarkan klaim Yan Limeng, dia memulai penelitian begitu virus corona menyebar, sebelum kemudian menjadi pandemi di seluruh dunia.
Dia meyakini bahwa penelitiannya mengenai Covid-19 bisa menyelamatkan banyak nyawa, seperti diberitakan Daily Mail Sabtu (11/7/2020).
Karena itu, dia sampai membuat keputusan penting dengan kabur ke AS untuk membagi kisahnya, di mana dia sadar tidak akan bisa kembali lagi ke Hong Kong.
Sebagai laboratorium rujukan Badan Kesehatan Dunia ( WHO) di bidang virus influenza dan virus, dia mengaku harus memberi tahu dunia mengenai penelitiannya.
Dr Yan memulai klaimnya dengan menuturkan, dia merupakan satu dari segelintir pakar yang mempelajari virus dengan nama resmi SRS-Cov-2 itu.
Dia menerangkan supervisornya, Dr Le Poon, memintanya untuk mengawasi sebuah klaster aneh di mana kasusnya mirip Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) di China.
"Pemerintah China menolak menerima pakar dari luar negaranya, termasuk Hong Kong. Jadi saya meminta saya mencari informasi," tuturnya.
Teman yang dia hubungi bekerja di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), yang pertama kali tahu soal virus yang menjalar di Wuhan.
Pada 31 Desember 2019, teman Yan memberitahunya mengenai kemungkinan transmisi antar-manusia, jauh sebelum WHO dan Beijing mengakuinya.
Yan segera memberitahukannya kepada si supervisor.
Tetapi Yan mengingat, dia "hanya menggangguk", dan memintanya untuk terus bekerja.
Pada 9 Januari, WHO merilis pernyataan yang mengatakan berdasarkan otoritas Negeri "Panda", virus ini menyebabkan gejala sangat parah di sejumlah pasien.
Namun, badan kesehatan di bawah PBB itu menyatakan virusnya belum menular antar-manusia.
"Sedikit sekali informasi yang diterima untuk menentukan risiko klaster," jelas WHO.
Mendengar pernyataan itu, Yan mengungkapkan temannya yang biasanya terbuka soal penyakit itu mendadak diam, sementara lainnya memperingatkannya agar tak bertanya secara detil.
Meski sumbernya menerangkan transmisi antar-manusia terus meningkat, pengawas Yan hanya memintanya untuk "diam dan berhati-hati".
"Dia memperingatkan saya sebelumnya 'jangan injak garis merah. Kita bisa terlibat masalah dan hilang nantinya'," jelas Yan mengingat ucapan supervisornya.
Si pakar virologi kemudian mengklaim Dr Malik Peiris, salah satu direktur laboratorium, tahu soal penyebaran wabah ini tapi juga tak bertindak.
Yan berujar, dia sangat frustrasi dengan kondisi ini. Tetapi dia hanya bisa pasrah mengingat relasi antara WHO dengan pemerintah China.
"Jadi pada dasarnya, saya menerima. Tetapi saya tidak ingin informasi yang menyesatkan ini bakal tersebar ke seluruh dunia," kata dia.
Karena itu, dia kemudian memutuskan pergi dari Hong Kong.
"Sebab saya tahu bagaimana cara mereka memperlakukan whistleblower," jelasnya.
Dia merujuk kepada mendiang Li Wenliang, dokter yang sempat memperingatkan mengenai Covid-19 sebelum ditangkap polisi karena dianggap meresahkan masyarakat.
Dampaknya, Universitas Hong Kong kemudian menghapus namanya dari situs, dan menyatakan Yan Limeng "tidak lagi berstatus pegawai mereka".
Adapun WHO menyangkal mereka bekerja dengan Yan, Poon, dan Peiris.
WHO memang menyebut Peiris merupakan seorang pakar, tapi membantah dia adalah staf mereka.
Sementara Kedutaan Besar China di AS menekankan mereka tidak tahu mengenai Yan, dan bersikeras sudah menangani virus corona dengan baik.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pakar Virologi Ini Tuding China Sengaja Menutupi Wabah Virus Corona"