Mengutip VOA, para analis menilai, Tiongkok saat ini berupaya untuk memulihkan citranya di mata dunia internasional di mana mereka kerap disebut sebagai negara penyebar Covid-19.
"Semua peristiwa ini telah memperburuk citra internasional China, jadi saya pikir mungkin masuk akal bagi China untuk meminta ASEAN memulai kembali perundingan kode etik sebagai cara untuk memulihkan citra di kawasan itu," kata Le Hong Hiep, seorang rekan di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura kepada VOA.
Jumlah kasus virus corona telah mencapai 160.000 di Asia Tenggara, dengan angka kematian hampir 4.600.
Pembahasan kode etik ini menunjukkan peluang bagi kedua belah pihak untuk bekerja sama serta mencegah kecelakaan.
Kapal-kapal nelayan Filipina dan Vietnam pernah tenggelam setelah terlibat perselisihan dengan kapal-kapal China selama setahun terakhir.
Pada 1974 dan 1988, para pelaut Vietnam tewas dalam bentrokan dengan China.
Namun, analis meyakini, pembicaraan mengenai kode etik ini diperkirakan akan sulit, dan kemungkinan akan mengarah pada kesepakatan tanpa ruang lingkup geografis yang jelas dan tidak memiliki mekanisme penegakan hukum.
"Ini sudah tahun 2020 dan mereka masih belum benar-benar memahami (kode)," kata Jay Batongbacal, profesor urusan maritim internasional di Universitas Filipina. "Kita bisa berakhir dengan dokumen lain yang sangat umum."
Namun, Batongbacal mengatakan kedua belah pihak pada akhirnya mendapatkan tekanan besar untuk membuat semacam kode etik.