Kisah Filipina - salah satu sekutu militer tertua AS di Asia - dengan baik melengkapi masalah Indonesia yang tidak selaras dengan China.
Ketika ia berkuasa pada tahun 2016, Presiden Rodrigo Duterte memutuskan untuk menjauhkan Filipina dari AS dan memeluk China dengan harapan menemukan penyelesaian yang wajar untuk sengketa wilayah maritim substantif dengan Beijing.
Pada bulan Februari tahun ini, Manila mengumumkan keputusan untuk mengakhiri perjanjian yang memungkinkan pasukan Amerika beroperasi di Filipina.
Namun pekan lalu, Filipina "menunda" keputusan untuk menghentikan kerja sama militer dengan AS.
Alasannya: Tekanan militer PLA yang tiada henti terhadap pulau-pulau Laut China Selatan yang diklaim oleh Manila dan memasukkan mereka ke dalam distrik administrasi baru China.
Baik Jakarta yang sangat tidak selaras maupun Manila yang siap untuk memutuskan aliansinya dengan AS, telah terhindar dari pendekatan Beijing atas sengketa wilayah Tiongkok.
Para ahli berdebat bahwa China akan selalu memiliki cara untuk mengklaim sebuah wilayah.
Adanya klaim lama yang melulu digaungkan serta perubahan dramatis dalam keseimbangan kekuatan regional yang menguntungkan China dianggap menjadi salah satu penyebabnya.
Sebab tidak seperti di masa lalu, Tiongkok sekarang memiliki kekuatan militer untuk menguatkan klaimnya dan mengubah status quo teritorial, jika hanya sepotong-sepotong.
Inilah yang dilakukan Tiongkok di Laut China Selatan, dengan situasi yang sebenarnya tidak berbeda dengan Ladakh.