Direktur AMTI, Greg Polling, mengatakan, Indonesia dan Malaysia menganggap gangguan China ini lebih serius daripada sebelumnya.
Saat ini, kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena keberadaan pulau-pulau buatan Beijing di Laut China Selatan.
"Pulau-pulau buatan itu menyediakan pangkalan terdepan untuk kapal-kapal China, dan hal itu secara efektif telah mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara yang berada di garis depannya," ujar Polling.
"Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai berdengung di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat," terangnya.
Untuk diketahui, Laut China Selatan memang daerah perairan yang paling diperebutkan di dunia.
Termasuk dengan tumpang tindih klaim China atas sebagian besar negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan dan termasuk Indonesia.
Klaim itu disebut Beijing sebagai sembilan garis putus-putus (nine dash lines).
Klaim itu mencakup hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dari pulai Hainan di Tiongkok sampai pulau Natuna di Indonesia.
Kendati klaim China tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional dan dinyatakan tidak sah dalam putusan pengadilan internasional 2016.