"Itulah yang dikatakan oleh para ahli epidemiologi. Ini adalah waktu di mana para pembuat kebijakan perlu percaya pada ilmu pengetahuan (alih-alih menerka), "Kata Anies.
Anies Baswedan juga merasa frustasi, sebab pandangannya dengan pemerintah pusat tidak sejalan.
"Dari pihak kami, bersikap transparan dan keterbukaan tentang kondisi saat ini diyakini akan memberikan rasa aman. Tetapi Kementerian Kesehatan merasakan sebaliknya, bahwa transparansi akan membuat panik. Itu bukan pandangan kami," jelasnya.
Anies memperkirakan sebanyak 1,6 juta orang telah meninggalkan Jakarta untuk untuk mudik.
Ia juga menyayangkan karena pemerintah pusat tidak tegas melarang mudik, kebijakan itu bahkan kerap dinilai berubah-ubah.
Sehingga untuk mencegah gelombang kedua virus corona pada akhir Mei, ia mengatakan bakal memblokir orang yang balik ke Ibukota setelah nekat mudik.
Akibatnya Anies harus mendengar ribuan hujatan dan kritikan dari beberapa politisi, yang menganggap antisipasi itu sebagai 'reaksi berlebihan', yang oleh Anies dijawab dengan bijak.
"Saya tidak khawatir tentang apa yang dikatakan media sosial tentang kebijakan kami, saya lebih khawatir tentang apa yang akan ditulis sejarawan di masa depan tentang kebijakan kami," tandasnya. (Rifka/Sosok.ID)