Ketika ditanya kenapa anak-anak itu hanya bisa menjawab takut dan menganggap batu itu hidup.
Karena menyita perhatian, Sumarni (56) akhirnya sempat menegur dan meminta menurunkan kain kafan tersebut.
Puncaknya adalah pada saat kirab, dan dua hari sebelumnya melakukan gladi bersih.
"Mereka itu sempat menggunakan pengeras suara saat ada adzan maghrib," terangnya.
Sumarni sudah memeringatkan dan membuat surat yang pada intinya adalah meminta mereka menghentikan berbagai macam aktifitas saat adzan dan ibadah.
Kedua adalah tidak melakukan aktifitas yang mengganggu warga saat saat istirahat.
Ketiga, adalah membersihkan lingkungan warga dari sesaji-sesaji.
"Itulah tuntutan warga dan yang jelas kami tidak ingin terganggu dengan mereka yang datangnya berbondong-bondong.Terutama yang disesalkan adalah sesaji," pungkasnya.(Permata Putra Sejati)
Artikel ini sudah tayang di Tribun Jateng dengan judul: Makna Ukiran Batu di Kerajaan Agung Sejagat Menurut Empu Wijoyo, Dunia di Bawah Naungan KAS