Sosok.id - Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia sempat dihebohkan dengan kabar penembakan seorang kontraktor oleh anak pejabat.
Irfan Nur Alam, anak Bupati Majalengka sekaligus ASN Pemkab Majalengka golongan 3 A menembak dan menganiaya seorang kontraktor pada Minggu (10/11/2019) lalu.
Korban, Panji Pamungkas dianiaya di Ruko Hana Sakura, Cigasong Majalengka, Jawa Barat pada malam hari.
Peristiwa tersebut bermula ketika korban tengah menagih utang uang proyek pada Irfan sebesar Rp 500 juta.
Akibat penembakan dan penganiayaan tersebut, korban menderita luka tembak di tangannya.
Selain korban, tiga orang pegawai sekaligus pegawainya juga mengalami luka-luka di bagian muka dan kepala.
Melansir dari Kompas.com, akibat insiden tersebut Irfan ditetapkan sebagai tersangka pada 13 November 2019.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
"Berdasarkan laporan polisi, itu kan sudah dilaporkan oleh korban terkait dengan adanya 170 Undang-Undang KUHP ya dan Undang-Undang darurat tentang Penggunaan Senjata Api. Ya, itu IN telah ditetapkan sebagai tersangka Rabu kemarin tanggal 13 November 2019 oleh penyidik," kata Truno saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/11/2019).
Menurut keterangannya saat itu, tersangka dijerat Pasal 170 KUHP juncto Undang-Undang Darurat 1251.
Undang-Undang Darurat dikenakan pada tersangka terkait dengan kepemilikan senjata api.
Namun, dalam kabar terbaru menyebutkan bahwa tersangka hanya dijerat Pasal 170 ayat 1 KUHP Pidana juncto Pasal 360 ayat 2 KUH Pidana.
Baca Juga: Anak Bupati Anarkis yang Tembak Kontraktor Akhirnya Ditangkap Polisi, Kini Ia Mendekam di Penjara
Pekan lalu, tersangka dituntut pidana selama dua bulan atas perbuatannya itu.
Melansir dari Tribunnews, Kejaksaan Negeri Majalengka memastikan pihaknya tak salah menerapkan pasal dalam mendakwa dan menuntut tersangka.
"Pasal yang didakwakan dan tuntutan sudah tepat, sama sekali tidak ada perubahan pasal," ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Majalengka, Faisal Amin via ponselnya, Minggu (29/12/2019).
"Memang pada saat penyidikan, penyidik menyangkakan dengan Pasal 170 KUHP Juncto Undang-undang darurat.
Namun setelah menerima berkas, dan diteliti, ternyata senjata api yang digunakan dan meletus itu berijin dan legal," ujar dia.
Berdasarkan keterangannya, pada proses penyidikan tahap II, pihaknya meminta tim penyidik Polres Majalengka untuk melengkapi berkas dengan keterangan saksi ahli.
"Untuk itu kami meminta ahli khusus dari polda Jabar untuk menerangkan keabsahan senjata dan diperoleh keterangan bahwa senjata ini diurus secara legal.
Saya minta penyidik untuk periksa siapa yang berwenang menerbitkan dan yang mengurus nomor register senjata api ini dan disampaikan bahwa itu tercatat, artinya ada ijin dari mabes polri,” jelas Faisal.
Oleh karena itu, pihaknya menerapkan Pasal 170 ayat 1 KUH Pidana juncto Pasal 360 ayat 2 KUH Pidana.
Adapun, ancaman maksimal pidana pada kedua pasal itu yakni di atas 5 tahun.(*)