Sejak kulitnya mengelupas, Miyzan lebih banyak rewel dan menangis.
Tak hanya rewel, bayi Miyzan juga terlihat berusaha menggaruk sejumlah bagian tubuhnya seperti daerah lipatan paha dan telinga.
Akibatnya, kedua orang tua Miyzan berjaga selama 24 jam karena sang anak tak berhenti menangis dan menggaruk tubuhnya.
Lantaran tak ada biaya untuk berobat, kedua orang tua Miyzan hanya bisa mengandalkan krim pelembab kulit ala kadarnya untuk meredakan tangis sang anak.
Dalam sehari, bayi Miyzan bisa diolesi krim pelembab sampai empat kali untuk mengurangi kondisi kering pada kulitnya.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, diketahui kedua orang tua Miyzan ini bukanlah pasangan suami istri yang berasal dari keluarga berada.
Untuk bertahan hidup sehari-hari, sang istri hanya bisa mengandalkan gaji suaminya, Qomar sebagai buruh serabutan kebun sawit di kampung Transmigran.
Jangankan untuk biaya pengobatan sang anak, untuk makan sehari-hari saja sudah sulit.
Terkendala soal biaya, kedua orang tua Miyzan pun hanya bisa mengandalkan krim pelembab kulit dan jasa pengobatan tradisional.
Beruntung pihak pemerintah desa kemudian membuatkan BPJS Kesehatan untuk bayi Mizyan sehingga bisa dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Nunukan. '