"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
Ia sempat menjadi menjalani pekerjaan sebagai petani di lahan orang hingga pernah ia diusir karena beberapa alasan.
Melihat ada peluang untuk memiliki tanah sendiri untuk digarap sebagai mata pencaharian sekaligus hutan buatan.
Suhendri memberanikan diri untuk menyicil sebidang tanah di tengah kota Tenggarong.
Saat itu pada tahun 1979 ia membeli sebidang tanah tersebut dengan harga Rp 100.000.
Agar ia bisa menabung dan memberi sebidang tanah lagi untuk dijadikan hutan kota, ia menggunakan konsep pertanian Agroforestri.
Yakni menyandingkan tanaman pertanian dengan pepohonan besar layaknya di hutan lindung.
Hingga pada tahun 1986 ia memulai menanam 1.000 bibit pohon yang terdiri dari kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, uli dan sengon.
Sedang komoditi pertanian yang ia hasilkan dari sistem Agroforestri tersebut seperti lombok, sayuran hingga buah-buahan.