Soekarno meminta Sukendro menjadi anggota delegasi Indonesia untuk peringatan Hari Kelahiran Republik Cina, 1 Oktober 1965.
Selepas peristiwa berdarah dan mengerikan tersebut, namanya mulai meredup seiring dengan mengorbitnya Ali Moertopo.
Hal tersebut tidak membuat peran Sukendro mulai tersisih, buktinya Sukendro masih loyal dengan Sukarno.
Dalam biografi AM Hanafi, mantan Dubes Indonesia untuk Kuba tersebut menceritakan kesetiaan Sukendro pada sang Presiden.
Pada 11 Maret 1966, ketika Presiden diikuti para waperdam tergopoh-gopoh menuju Bogor karena takut dengan Pasukan Kemal Idris, Sukendro menyarankan AM Hanafi untuk mengejar presiden dan menempelnya di mana pun juga Soekarno berada.
“Jangan tinggalkan Bapak sendirian,” kata Sukendro. Sepertinya insting intelijen Suekndro masih cukup tajam untuk membaca arah zaman.
Sayang, AM Hanafi hanya bisa menyesal karena tak kebagian helikopter pada hari itu.
Dan petangnya saat utusan Soeharto mendapatkan Surat Penyerahan Kekuasaan (Supersemar) dibarengi dengan naiknya Soeharto ke puncak kekuasaan.
Membuat kiprah seorang perwira intelejen, Ahmad Sukendro meredup, ia tak mau dibungkam.