Sosok.ID - Kerusuhan masyarakat di Papua dan Papua Barat yang terjadi awal Senin (19/8/2019) kian memanas.
Melansir Kompas TV, pada Kamis (22/8/2019) kemarin, Presiden Jokowi sebut bila dalam aksi protes dan kerusuhan di sejumlah wilayah Papua dan Papua Barat terdapat penumpang gelap yang memicu masalah semakin runyam.
Terkait dugaan penumpang gelap disejumlah kerusuhan Papua dan Papua Barat yang dilontarkan Jokowi, Jubir Front Rakyat Indonesia-West Papua pun angkat bicara.
Aksi unjuk rasa masyarakat di Papua dan Papua Barat pecah pada Senin (19/8/2019).
Mengutip dari Kompas.com, sejumlah aksi pembakaran dan perusakan fasilitas umum mewarnai aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat.
Aksi unjuk rasa yang diwarnai oleh perusakan sejumlah fasilitas umum ini sempat membuat sebagian warga pendatang di Bumi Cendrawasih takut dan khawatir.
Dilansir Sosok.ID dari Tribunnews dan Kompas.com, aksi unjuk rasa ini dilakukan atas dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Papua di Jawa Timur.
Terkait kerusuhan masyarakat yang terjadi di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat, Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara.
Presiden Joko Widodo menduga ada penumpang gelap yang sengaja menciptakan kekeruhan melalui isu Papua.
Kekeruhan itu akhirnya berujung pada aksi protes dan kerusuhan di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat.
Dikutip Sosok.ID dari Kompas TV, Jumat (23/8/2019) dalam acara 'Satu Meja' Jokowi sebut permasalahan isu sosial di Papua dan Papua Barat terjadi akibat ada campur tangan para penumpang gelap.
"Ya biasa dalam sebuah peristiwa itu ada yang membonceng, ada penumpang gelap, biasalah menurut saya," kata Jokowi seperti dikutip Sosok.ID dari acara "Satu Meja" di Kompas TV, Jumat (23/8/2019) via Kompas.com.
Lebih lanjut, Jokowi akan memastikan setiap langkah-langkah hukum yang akan dilakukan kepada semua pihak yang bertanggung jawab.
Kendati demikian, Jokowi kembali mengingatkan, hal yang paling penting dalam isu sosial yang terjadi di Papua dan Papua Barat ini adalah adanya kesadaran untuk saling memaafkan.
"Kemarin sudah saya sampaikan ini masalah ketersinggungan. Oleh sebab itu saya sampaikan, marilah kita saling memaafkan.
Karena dengan saling memaafkan itulah kita harapkan saling menghormati, saling menghargai di antara kita itu betul-betul terjadi," ucap Jokowi.
Baca Juga: Pimpinan OPM Goliath Tabuni Ajak Kepung Mabes TNI AD dan Istana Merdeka
Melansir Kompas.com, Jumat (23/8/2019), Jokowi juga menegaskan, Provinsi Papua dan Papua Barat akan menjadi proritas untuk lebih diperhatikan di masa pemerintahannya.
Menurut Jokowi, pembangunan di era pemerintahannya, tak lagi Jawa-sentris, tetapi merata di seluruh Indonesia
Terkait terjadinya kerusuhan, Jokowi pun meminta kepala daerah untuk hati-hati dalam menyampaikan pernyataan.
Jokowi menuturkan, jangan sampai masyarakat, terutama pejabat daerah menularkan ujaran kebencian yang bisa berdampak pada ketersinggungan.
"Jangan sampai kita menyampaikan hal-hal yang menjadikan provinsi lain atau suku lain menjadi tersinggung gara-gara yang kita sampaikan. Hati-hati betul, terutama pejabat publik," tutur Jokowi.
Dilansir Sosok.ID dari Tribunnews, rupanya pernyataan Presiden Jokowi tentang penumpang gelap memicu pendapat pro kontra di antara masyarakat.
Salah satunya yang paling keras berbicara adalah Juru Bicara Front Rakyat Indonesia, West Papua, Surya Anta.
Dirinya memang tidak menapik adanya kemungkinan penumpang gelap dalam kerusuhan masyarakat di Papua seperti yang disebutkan oleh Jokowi.
Baca Juga: Gegara Kekurangan Lahan Pemakaman, 4 Negara Besar Ini Melarang Penduduknya Meninggal Dunia
Kendati demikian, Surya Anta menyesalkan reaksi Jokowi yang dinilainya justru malah mencari kambing hitam dalam masalah ini.
Menurut Surya Anta, seharusnya pemerintah mengusut para pelaku kasus dugaan persekusi dan rasisme yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 lalu.
"Ya, mungkin itu (penumpang gelap) ada. Tetapi yang harus difokuskan oleh Jokowi adalah, kenapa ada tindakan rasialisme dari aparat?
Jokowi stop mencari kambing hitam," ujar Surya Anta saat ditemui awak media di Jakarta Pusat pada Kamis (22/8/2019).
Tak hanya itu, menurut Surya Anta, permasalahan isu sosial di Papua tidak akan selesai hanya dengan memblokir akses internet masyarakat atau mengirim pasukan dalam jumlah yang banyak.
Justru tindakan pemerintah yang seperti yang semakin memperuncing masalah yang telah terjadi.
"Di situ akan memperuncing masalah.
Masalah ini hanya bisa selesai ketika para pelaku, terutama aparat TNI, Satpol PP, dan ormas-ormas itu ditangkap.
Kemudian ada sanksi kepada pejabat-pejabat yang membiarkan," pungkas Surya Anta.
Kericuhan terjadi di Manokwari dan Sorong pada Senin (19/9/2019) serta Fakfak, dan Timika, Rabu (21/8/2019). Di Manokwari, kerusuhan menyebabkan terbakarnya gedung DPRD.
Massa juga memblokade sejumlah titik jalan. Di Timika, demonstran melempar batu ke arah Gedung DPRD setempat.
Sementara di Jayapura terjadi unjuk rasa memprotes insiden di Surabaya.
Unjuk rasa sempat memanas meski tak berujung rusuh.
(*)