Sosok.ID - Semarak kemerdekaan HUT RI ke-74 masih terasa di berbagai pelosok Indonesia meski sudah dua hari berlalu.
Beragam cerita dan momen unik saat HUT Kemerdekaan RI ke-74 pun masih banyak beredar dan menarik untuk disimak.
Seperti kisah para paskibra Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Barat, Maluku yang menangis bersama saat mengibarkan sang merah putih di HUT RI ke-74.
Ya, seperti daerah lainnya di Indonesia, pada Sabtu (17/8/2019) kemarin, Kecamatan Amalautu, Kabupaten Seram Barat, Maluku baru saja menggelar upacara pengibaran bendera merah putih.
Melansir Tribun Ternate, sebanyak 28 anggota paskibra dari berbagai sekolah di Kecamatan Amalatu, Maluku dipilih untuk ikut terlibat dalam upacara pengibaran bendera.
Namun, berbeda dengan prosesi upacara bendera di daerah lainnya, peringatan HUT RI di Kecamatan Amalatu dipenuhi oleh isak tangis para peserta upacara.
Tak hanya para peserta upacara saja yang menitikkan air mata, para tamu undangan pemerintahan pun diketahui ikut menangis selama upacara pengibaran sang saka.
Bukan karena haru, usut punya usut, rupanya yang membuat para peserta upacara menangis adalah kesedihan yang dirasakan para paskibra upacara HUT RI Kecamatan Amalatu, Maluku.
Puluhan anggota paskibra upacara HUT RI ke-74 di Kecamatan Amalatu, Maluku menangis lantaran tak diberikan seragam seperti yang telah dijanjikan pemerintah.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, tanpa atribut paskibra, puluhan siswa dari beberapa sekolah ini mengibarkan bendera merah putih dengan seragam sekolah mereka masing-masing.
Kendati tetap menjalankan tugas mereka dengan baik sebagai anggota paskibra, 28 siswa ini tak sanggup menahan kekecewaan yang mereka rasakan.
Beberapa dari mereka pun terlihat tak kuasa menahan air mata saat tengah mengibarkan bendera merah putih.
Padahal sebelumnya, para anggota paskibra ini dijanjikan akan mendapatkan seragam saat upacara.
Namun pada hari H, seragam yang dinanti tak kunjung datang.
Tak ayal, kekecewaan para anggota paskibra ini pun terasa sampai ke hati para peserta upacara dan tamu undangan.
Mengutip Kompas.com, beberapa peserta dan tamu undangan upacara pun terlihat menangis saat ke 28 anggota paskibra ini tetap mengibarkan sang saka dalam perasaan kecewa.
Kami semua merasa sangat sedih dan menangis saat menjalankan tugas karena kami melakukannya hanya dengan baju seragam SMA,” kata salah seorang anggota Paskibra yang enggan namanya seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com, Senin (19/8/2018).
Siswa tersebut mengatakan, tugas menjadi anggota Paskibra bukan hanya soal kebanggan keluarga dan sekolah tapi juga upaya pembuktian kecintaan terhadap negara.
“Kami hanya malu dengan kecamatan lain, mereka menggunakan seragam paskibra, dan kami hanya menggunakan seragam sekolah,” ujarnya.
Dilansir Sosok.ID dari Tribun Ternate, atas kejadian ini, pihak Kecamatan Amalatu pun menuai berbagai kecaman dari warga.
Bahkan salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Amalatu, Herry Patty (62) mengatakan kejadian ini adalah sebuah kegagalan sistemasi camat setempat.
Ia pun mengaku miris melihat kesedihan dan kekecewaan yang dialami ke-28 anggota paskibra saat mengibarkan bendera merah putih.
"Untuk skala kecamatan, sangat tidak mungkin kalau fasilitas kepada Paskibra tidak ada.
Sangat miris sekali kita melihat 28 Paskibra berpakaian seragam SMA sambil menangis saat menjalankan tugasnya,” ucap Hery saat dihubungi secara terpisah dari Ambon seperti dikutip Sosok.ID dari Tribun Ternate, Senin (19/8/2019).
Herry Patty bahkan meminta Bupati Seram Barat untuk mengevaluasi kecamatan setempat.
Memang benar subtansi dari pengibaran bendera itu bukan ada di pakaiannya anggota Paskibra tapi, bukan berarti tidak ada fasilitas yang diberikan kepada anak-anak yang menjalankan tugas pengibaran bendera kan," tutupnya.
Sama seperti Herry Patty, warga Kecamatan Amalatu lainnya juga merasa kecewa dan mengecam kinerja pihak kecamatan yang tidak tanggap.
Parahnya lagi, kejadian ini bukan terjadi sekali dua kali.
Melansir Tribun Ternate, kejadian seperti ini pernah terjadi saat HUT RI di tahun 2011 silam.
Mirisnya lagi, saat itu para anggota Paskibra selalu dibebankan untuk mencari seragam sendiri.
Terkait kejadian ini, Camat Amalatu, Adaweya Wakano pun angkat bicara.
Saat ditemui awak media, Adaweya Wakano memang mengakui saat itu para anggota paskibra menjalankan tugas mereka dengan mengenakan seragam sekolah.
Adaweya Wakano mengaku kejadian ini terjadi lantaran pihak kecamatan tak memiliki anggaran untuk pengadaan seragam bagi anggota paskibra.
Selama ini, anggaran Paskibra didapat melalui sumbangan sekolah dan para guru serta pemerintah desa.
“Saya sudah sampaikan ke kepala sekolah bahwa selama ini kita tidak punya anggaran soal ini, jadi saya bilang mereka (Paskibra) cari pakaian nanti saya tanggung apa yang kurang seperti garuda, sarung tangan, dan perlengkapan lain. Itu saya siapkan,” ujarnya.
Namun karena waktu yang sudah mepet, akhirnya ia mengusulkan untuk menyewa seragam paskibra dengan bantuan para guru-guru di sekolah setempat.
Adaweya Wakano mengatakan ketika ia dan para nggota paskibra sudah sepakat, guru-guru justru menolak dan mengira bila pihaknya mendapatkan anggaran dari Kabupaten.
Kenyataan yang terjadi rupanya tidak seperti itu, info anggaran dari Kabupaten ternyata masih berupa wacana semata.
“Ada informasi yang beredar bahwa setiap tahun saya itu dapat dana Rp 17 juta untuk acara ini, saya sudah laporkan itu ke Kesbangpol Seram Bagian Barat, nanti Senin besok ada guru yang dipanggil untuk menjelaskan darimana informasi itu didapat."
"Jadi saya tidak mau salahkan siapa-siapa tapi kita harus clear kan masalah ini,” pungkas Adaweya Wakano.
(*)