Bodo Amat Terancam 15 Hukuman Tahun Penjara, 10.000 Siswa Korea Utara Serentak Serahkan Diri ke Kantor Polisi karena Langgar Aturan Ini

Kamis, 06 Mei 2021 | 12:03
KCNA

Pimpinan Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un

Sosok.ID - Sebanyak 10.000 siswa di Korea Utarasecara serentak mendadak menyerahkan diri ke kantor polisi di negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un itu.

Bukannya tanpa sebab, hal itu dikarenakan mereka menonton drama dari Korea Selatan atau yang populer disebut K-Drama yang berjudul Crash Landing On You.

Tak hanya itu, mereka juga menikmati lagu-lagu K-Pop.

Para siswa itu juga turut menyerahkan ribuan DVD yang berisi serial drama dan musik asal Korea Selatan kepada otoritas terkait.

Baca Juga: Korea Utara Bakal Kehilangan Masa Depan, 10.000 Pelajar Diancam 15 Tahun Penjara Setelah Serahkan Diri Pada Kim Jong Un Gegara Nonton Drakor, Begini Kronologinya!

Melansir dari Todayonline.com, Rabu (5/5/2021), pada Desember 2020 lalu, pemerintah Korea Utara mengesahkan undang-undang "pemikiran anti-reaksioner" kepada semua warga.

UU itu memberi sanksi denda ketat dan hukuman penjara kepada siapa pun di negara itu yang kedapatan menikmati hiburan Korea Selatan atau meniru cara bicara orang Korea Selatan.

Menurut laporan, pada 28 April 2021, lebih dari 10.000 siswa Korea Utara telah menyerahkan diri ke kantor polisi karena menonton K-Drama dan film serta mendengarkan K-pop.

Tidak jelas acara apa yang mereka tonton, tetapi sebagain besar mereka menonton Crash Landing On You karena sangat populer di kalangan siswa.

Baca Juga: Dicap Musuh Rakyat dan Dijadikan Target Pembunuhan oleh Kim Jong Un, Pembelot yang Koar-koar Bongkar Kekejaman Korea Utara Ini Ketar-ketir dengan Keselamatan Hidupnya: Saya Diancam Sepanjang Waktu

Drama itu bercerita tentang seorang pewaris konglomerat di Korea Selatan yang sedang melakukan paralayang dan mendarat di Korea Utara.

Di Korea Utara, ia jatuh cinta dengan seorang perwira militer yang gagah karena melindunginya.

Sebanyak 5.000 lebih pemutar DVD juga dilaporkan telah diserahkan kepada pemerintah dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.

Hukum dari UU “pemikiran anti-reaksioner" dikatakan sebagai seruan Kim Jong Un untuk meningkatkan standar media yang tumbuh di dalam negeri dan juga bagian dari perangnya terhadap pengaruh luar.

Untuk diketahui, semua saluran media seperti TV, radio, surat kabar dan media online sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintahan Kim Jong Un.

Pemimpin diktator tersebut dilaporkan membenci penggunaan istilah seperti "oppa" dan "dong-saeng", yang masing-masing berarti 'kakak laki-laki' dan 'adik perempuan atau laki-laki'.

Penyebutan itu merujuk pada non-kerabat seperti bagaimana orang-orang di Korea Selatan memiliki kebiasaan dalam pengucapannya.

Tindakan bagi mereka yang melanggar UU tersebut akan dihukum 15 tahun di kamp kerja paksa dan denda bagi orang tua yang anaknya melanggar aturan tersebut.

UU itu juga menyebut siapa pun yang ketahuan mengimpor bahan terlarang dari Korea Selatan akan menghadapi hukuman penjara seumur hidup.

Baca Juga: Usai Lempar Jenderal ke Kolam Piranha, Kim Jong Un Kini Eksekusi Mati Menteri Pendidikan Korea Utara Gegara Sering Ngeluh Soal Pekerjaannya

Sementara mereka yang mengimpor barang yang sama dari Amerika Serikat atau Jepang bisa menghadapi hukuman mati.

Laporan Pejabat

Korea Utara telah meningkatkan seruan kampanye untuk menghilangkan pengaruh budaya pop Korea Selatan sejak pertengahan tahun lalu.

Seorang pejabat mengatakan bahwa sekitar 70 persen dari 25 juta orang di negara itu secara aktif menonton acara TV dan film dari Korea Selatan.

Korea Utara akan mengancam hukuman keras bagi mereka yang masih saja menonton drama asal Korea Selatan.

Melansir dari Radio Free Asia (RFA), ada sebuah video dari tangan para pejabat yang menunjukkan orang-orang dihukum karena berbicara dan meniru ekspresi populer asal Korea Selatan.

"Menurut suara dalam video itu, 70 persen penduduk di seluruh negeri menonton film dan drama Korea Selatan," kata seorang penduduk di Chongjin, Ibu Kota Provinsi Hamgyong Utara.

Pemerintah Korea Utara pun menyebarkan isi muatan video tersebut di semua lembaga negaranya pada 3 dan 4 Juli 2020 lalu.

"Dalam suara rekaman itu mengatakan dengan cemas bahwa 'budaya nasional kita sedang memudar'," kata penduduk, yang tak ingin disebutkan nama demi keamanan dirinya.

Baca Juga: Sama-sama Mengkhawatirkan, Korea Utara Tuding Jepang Rusak Kedamaian Asia Timur

Lebih lanjut, sumber tersebut mengatakan bahwa di dalam video itu, seorang pejabat dari Komite Sentral (Partai Pekerja Korea) membahas upaya untuk menghilangkan kata-kata berbau Korea Selatan.

Mereka membahas langkah-langkah hukum yang akan diambil jika mereka membicarakan dan menonton hal-hal yang berbau budaya Korea Selatan.

Video rekaman tersebut juga memperlihatkan orang-orang yang ditangkap dan diinterogasi oleh polisi karena berbicara atau menulis dengan gaya Korea Selatan.

"Puluhan pria dan wanita dicukur kepalanya dan mereka dibelenggu ketika penyelidik menginterogasi mereka," kata sumber itu.

Tatanan bahasa Korea Utara dan Selatan telah menyimpang selama tujuh dekade sejak mereka berpisah.

Korea Utara telah mencoba meningkatkan status dialek Pyongyang, tetapi konsumsi yang meluas dari bioskop dan sinetron Korea Selatan telah membuat bahasa Korsel terdengar populer di kalangan kaum muda.

"Sudah terlambat untuk mencegah orang tergoda oleh budaya Korea Selatan, karena daya tariknya sudah sangat mengakar," kata sumber itu.

Korea Selatan, dengan populasi dua kali lipat dan 50 kali lipat PDB Korea Utara, telah muncul pada abad ke-21 sebagai kekuatan besar budayanya, mengekspor miliaran film, acara televisi, dan lagu K-pop dan mendapatkan popularitas di banyak negara yang beragam.

Hukuman yang lebih keras

Baca Juga: Pyongyang Kecewa, Korea Utara Ambil Sikap Memusuhi Malaysia

Namun demikian, sumber itu mengatakan, hukuman mungkin menjadi lebih parah dari apa yang digambarkan dalam video tersebut.

"Mulai bulan ini, pihak berwenang akan menggunakan berbagai teknik, termasuk hukuman yang lebih berat, bersama dengan proyek-proyek pendidikan ideologis untuk mencegah infiltrasi lebih lanjut dari budaya Korea Selatan," kata sumber itu.

Seorang pejabat dari badan peradilan kota Pyongyang mengatakan hukuman yang lebih keras sedang dilaksanakan minggu ini.

"Pihak berwenang sekali lagi memerintahkan Pyongyang dan daerah perkotaan lainnya di seluruh negeri untuk menghukum mereka yang meniru bahasa Korea Selatan," kata pejabat itu yang menolak disebutkan namanya.

Sumber itu mengatakan perintah tersebut datang menyusul tindakan keras di ibukota yang berlangsung dari pertengahan Mei hingga awal Juli.

"Mereka mendapati bahwa banyak remaja yang meniru gaya dan ekspresi bahasa Korea Selatan," kata pejabat itu.

"Pada bulan Mei, total ada 70 remaja ditangkap setelah penumpasan dua bulan oleh polisi Pyongyang, yang terjadi ketika Kim Jong Un mengeluarkan perintah untuk 'sangat mengobarkan perjuangan melawan budaya pemikiran yang tidak biasa'," kata pejabat itu.

"Para pemuda yang ditangkap diduga gagal melindungi identitas dan etnis mereka dengan meniru dan menyebarkan kata-kata dan pengucapan Korea Selatan," kata pejabat itu.

Pejabat itu mengatakan bahwa penangkapan dan interogasi mereka direkam, sehingga rekaman itu dapat digunakan dalam kuliah wajib.

Baca Juga: Ngeri, Adik Kim Jong Un Mengamuk, Korea Selatan hingga AS Bisa Dibikin Terkencing-kencing: Jangan Main Perang Jika Ingin Tidur Damai!

“Beberapa waktu lalu di Pyongyang, tren menonton film dan drama Korea Selatan dan meniru kata-kata dan tulisan Korea Selatan masih berlaku di kalangan anak muda,

tapi itu tidak menjadi masalah sampai sekarang, karena (polisi) menerima suap ketika menangkap mereka, ”kata pejabat itu.

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Serambinews.com

Baca Lainnya