Parasnya Guncang Eropa, Wanita Berdarah Jawa Hidup sebagai Mata-mata, Mati Tragis di Tangan Regu Tembak dengan Peluru Menancap di Kepala, Apa Misinya?

Minggu, 11 Oktober 2020 | 15:13
via Grid.ID

Mata Hari, mata-mata cantik yang merupakan keturunan Jawa

Sosok.ID -Mata Hari, wanita berparas ayu ini telah mengalami hidup yang sulit karena menjadi mata-mata.

Matahari bukan hanya jadi mata-mata untuk satu negara, namun ia bertugas untuk dua negara yang saling bermusuhan.

Kisahnya yang menyedihkan di akkhir hayat menorehkan sejarah, hingga diabadikan dalamsebuah buku.

Remy Sylado pernah menuliskan kisah perempuan ini dengan judul Namaku Mata Hari, sama dengan nama panggungnya: Mata Hari.

Baca Juga: Beijing Murka Usai Latihan Militernya Diusik, Tiongkok Beri Peringatan Keras ke AS dengan Luncurkan Rudal Balistik ke Laut China Selatan

Kisah tersebut berlatar pada akhir 1870-an hingga awal 1900.

Mata Hari bernama asli Margaretha Zelle, digambarkan sebagai perempuan kuat, cantik, dan memesona.

Ia lahir dari pasangan pembuat topi asal Belanda, Adam Zelle dan istri seorang keturunan Belanda-Jawa, Antje van der Meulen pada 1876.

Sayang pada awal kisah romansanya, ia bertemu dengan Rudolf MacLeod—Kapten di Hindia Belanda (Indonesia) yang kerap berselingkuh dan menyiksanya.

Baca Juga: Lagi! Seorang Mata-mata China Tertangkap di AS, Mahasiswa S2 Asal Singapura Mengaku Telah Bongkar Cara Pembuatan Jet Tempur F-35B AS ke Pemerintah Tiongkok

Dari MacLeod, ia memiliki dua anak, satu lelaki dan satu perempuan.

Si sulung lelaki, yang lahir dengan kekurangan fisik, tidak berumur panjang.

Sementara si bungsu dititipkan pada pihak keluarga pascaperceraian kedua orangtuanya.

Margaretha kemudian menuju Paris, mengubah nama menjadi "Mata Hari".

Bahasa yang tentu asing bagi warga setempat, namun menambah kesan misterius dari tari panggungnya.

Baca Juga: Saban Hari Tarik Urat di Langit Laut China Selatan, AS Kirim Puluhan Pesawat Mata-mata, Tiongkok Balas Kerahkan Pembom Jet

Selama beberapa tahun, Mata Hari menjadi selebriti di kota tersebut sebagai penari eksotis. Hingga jatuhlah Perang Dunia I pada 1914.

Pecahnya PD I disambut warga Eropa dengan bergembira, bukannya takut.

Sikap ini muncul karena didorong sikap nasionalistik, mereka mengira perang akan berlangsung singkat dan mengalami kejayaan.

Dalam True Spy Stories karangan Paul Dowswell dan Fergus Fleming, Mata Hari dikatakan bosan dengan kondisi perang.

Baca Juga: Makin Meruncing, Donald Trump Usir Perwakilan Pemerintah China dari Wilayah Amerika Serikat dalam Waktu 72 Jam, Ini Alasan Presiden AS Paksa Tiongkok Angkat Kaki!

Sebabnya, selama dua tahun, ia tidak bisa bebas melakukan apa-apa. Hanya diam di rumahnya di Belanda sebagai tempat netral.

Hingga akhirnya munculah Karl Kramer, atase pers Konsulat Jerman di Belanda.

Kramer meminta Mata Hari kembali ke Paris, Prancis, negara yang tidak lain adalah musuh Jerman.

Mata Hari diminta menggunakan semua daya pikatnya untuk berbaur kembali dengan para orang berpengaruh di sana.

Baca Juga: Mantan Agen Rahasia MI6 Bongkar Kelicikan China Lakukan Spionase ke Seluruh Dunia, Gunakan Perusahaan Asal Tiongkok Jadi Penyelundup Mata-mata

Dengan imbalan cukup, Mata Hari menyetujuinya.

Namun, Dowswell dan Fleming berkeyakinan bahwa hal ini disetujui oleh Mata Hari hanya karena penasaran menjadi mata-mata.

Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja ia bertemu Kapten Georges Ladoux, Kepala Dinas Counterintelligence Prancis—badan yang dibentuk untuk menginvestigasi mata-mata asing.

Sama seperti pihak Jerman, Ladoux meminta kerja sama dari Mata Hari.

Baca Juga: Hati-hati! Hacker Bongkar Tik Tok Terindikasi Digunakan China untuk Operasi Mata-mata, Peretasan Data Mampu Pantau Jangkauan Pasar dan Politik Dunia

Mata Hari, perempuan yang menyingkap tabir misteri negeri Timur pada masyarakat Paris, akhirnya melangkah di dua sisi: Jerman dan Prancis.

Hingga pada waktunya aksi Mata Hari terungkap pada 24 Juli 1917, ia berdiri di hadapan pengadilan tertutup militer.

via Grid.ID
via Grid.ID

Proses eksekusi Mata Hari

Hanya dalam tempo dua hari, perempuan cerdas dengan pesona luar biasa ini dinyatakan bersalah melakukan kegiatan mata-mata terhadap Prancis dan dijatuhi hukuman mati.

Ia dieksekusi pada 15 Oktober 1917 di hadapan regu tembak, tewas dalam usia 41 tahun.

Baca Juga: 54 Tahun Sembunyi dari Kejaran Polisi sejak Kabur dari Bui, Penghianat sekaligus Mata-mata Perang Dunia II Ini Ujung-ujungnya Ketangkap Gegara Virus Corona

Meski demikian, kasusnya tidak redup.

Banyak kontroversi yang menyatakan bahwa ia sebenarnya tidak bersalah.

Lain dari itu, namanya diasosiasikan dengan eksotisme yang bertahan hingga masa sekarang. (*)

Artikel ini pernah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul:Kisah Mata Hari, Seorang Mata-Mata Keturunan Jawa nan Memesona

Editor : Rifka Amalia

Sumber : National Geographic

Baca Lainnya