Mantan Komandan Tertinggi NATO Bongkar Alasan Tiongkok Anggap Laut China Selatan Sebagai Danau Pribadi Hingga Siap Perang Untuk Merebutnya: Selalu Bersulang Untuk Ini!

Sabtu, 06 Juni 2020 | 16:13
China Military

( Ilustrasi Militer China) Mantan Komandan Tertinggi NATO Bongkar Alasan Tiongkok Anggap Laut China Selatan Sebagai Danau Pribadi Hingga Siap Perang Untuk Merebutnya: Selalu Bersulang Untuk Ini!

Sosok.ID - Salah satu pensiunan Komandan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) sekaligus mantan Komandan Tertinggi NATO buka suara alasan dibalik Tiongkok getol rebut Laut China Selatan dari negara-negara lain.

Laksamana James Stavrdis adalah salah satu pensiunan marinir AS yang menghabiskan sebagian besar kariernya berlayar di samudera Pasifik.

Ia pun membuka suaranya yang sering berkonfrontasi dengan militer China saat bertugas di Laut China Selatan pada era tahun 1990-an.

Setiap negara yang berpatroli di Laut China Selatan memang selalu memicu ketegangan menurutnya.

Baca Juga: Indonesia dan Negara ASEAN Harus Waspada, Tiongkok Blak-blakan Ogah Tunduk Dengan Hukum Internasional Apapun Mengenai Kekuasaannya di Laut China Selatan

Hal itu dipucu oleh China yang tak suka negara lain mengklaim laut di bagian selatan negeri Panda tersebut.

Tanpa terkecuali Marinir AS yang bertugas sebagai pasukan perdamaian di perairan tersebut.

Bahkan secara pribadi menurut Stavrdis, China tak pernah suka keberadaan militer AS di perairan tersebut.

Tulisan mengenai alasan Tiongkok getol ingin menguasai Laut China Selatan itu ia tuangkan dalam sebuah tulisan di Bloomberg pada Jumat (22/5/2020).

Baca Juga: Bukan Guyonan! Rekaman Militer Tiongkok Gebuk Habis Tentara India Sengaja Disebarkan, Bentrok di Perbatasan Picu Ketegangan

Selama berkarier baik di militer AS maupun dipasukan gabungan NATO, Stavrdis sangatlah berpengalaman menghadapi militer China.

Menurut pengalamannya, Laut China Selatan dianggap Tiongkok sebagai danau pribadi mereka.

Oleh sebab itu, China tak ingin danau dalam tanda kutip itu diganggu oleh pihak lain, termasuk negara tetangga ataupun militer AS sekalipun.

Laut China Selatan merupaka perairan yang besar dan luas, bahkan ukurannya setara dengan laut Karibia dan Teluk Meksiko bila digabungkan.

Baca Juga: Orang Dalam di Militernya Bocorkan Tiongkok Sudah Rencanakan Ingin Rebut Laut China Selatan Sejak 2010, Digunakan Untuk Pertahanan Udara!

Tak hanya itu saja, di Laut China Selatan mengandung banyak cadangan minyak dan gas.

Selain itu, hampir 40% perdagangan dunia internasional melewati wilayah perairan yang membentang dari China hingga Indonesia tersebut.

Hal itu menjadikan Laut China Selatan sebagai sebuah perairan yang strategis untuk diperebutkan.

Namun, bukan itu yang menjadi alasan utama Tiongkok ingin mengakuisisi perairan itu sendirian.

Baca Juga: Tegang! Pesawat Jet Pengintainya Dipecundangi Tiongkok Sampai 9 Kali, AS Kirim 2 Bomber B-1B ke Laut China Selatan

Bahkan China berani menentang perjanjian internasional mengenai batas wilayah di perairan tersebut untuk bisa menguasainya.

Ditambah lagi saat ini situasi dunia termasuk negara-negara yang berada di dekat Laut China Selatan sedang terfokus oleh pandemi virus corona.

Menjadikan China seperti sangat leluasa menguasai wilayah tersebut sebagai salah satu teritorialnya.

Namun Stavrdis menjelasnkan bahwa perairan tersebut ingin dimiliki oleh China didasari dari klaim historis.

Baca Juga: Semakin Memanas, Jet Tempur AS 9 Kali Tantang Tiongkok di Atas Laut China Selatan, Termasuk Rudal yang Mengarah ke Kapal China

Dasar-dasar historis mengenai kejayaan dan kehebatan Laksamana Zheng He pada abad ke-15 lah yang menjadikan Tiongkok getol untuk mengakuisisi perairan tersebut.

Hal itu juga dituangkan oleh Stavrdis di bukunya yang berjudul "Sailing True Nort" baru-baru ini.

Apa yang dikatakan Stavrdis itu bukan berdasarkan sentimen negaranya terhadap Tiongkok tetapi melalui pengalamannya bersahabat dengan banyak militer China saat masih berkarier sebagai seorang marinir.

Ia mengingat dengan jelas, setiap kali ia bertemu dengan rekan-rekannya di militer China.

Baca Juga: Titah Xi Jinping untuk Militer China Siaga Perang Bikin Tiga Negara Ketar-ketir, Apakah Lawannya AS, India, atau Taiwan?

Setiap kali mereka duduk bersama untuk berkumpul, militer China selalu bersulang untuk Laksamana Zheng.

Laksamana Zheng adalah penjelajah di Laut China Selatan, Samudra Hindia dan perairan Afrika dan Arab yang melegenda di Tiongkok.

Kendati demikian, klaim historis dari China itu menurut Stavrdis tidaklah mendasar.

Bukan hanya sudah usangnya klaim historis yang telah berusia 4 abad lebih tersebut.

Baca Juga: Anggaran Militer Kadung Disunat Prabowo, Langkah Picik Tiongkok atas Laut China Selatan Ancam Posisi Indonesia di Natuna Utara

Tetapi juga merujuk pada dasar hukum yang dipakai dunia internasional untuk menentukan batas perairan di setiap negara termasuk negara-negara di sekitar Laut China Selatan.

Saat AS melakukan patroli, militer China sering menerbangkan kapal perusak, jet tempur hanya berjarak beberapa puluh kaki dari depan haluan atau kapal perang mereka untuk menantang kapal perang AS.

Aksi-aksi militer China itu sangat beragam, mulai dari mengusir, mengancam lewat saluran radio dan menyorot dengan lampu ke arah kapal-kapal perang AS bahkan sampai mengarahkan rudal dan senjata perang bahkan berlayar terlalu dekat yang berpotensi membahayakan keselamatan awak kapal.

Menghadapi konfrontasi itu, Stavrdis mengatakan, ia kerap menasihati setiap kapten kapal perang AS yang berada di bawah kendalinya untuk tetap stabil, menghindari konfrontasi yang tidak perlu dan melaporkan kembali kepadanya terus menerus perkembangan di sana dan Stavrdis sendiri kemudian membuat laporan kepada otoritas yang lebih tinggi.

Baca Juga: Koar-koar Tak Takut Lawan Negara-negara ASEAN, China Melempem Saat AS Kerahkan Armada Perang Sekaligus Termasuk Kapal Penghancur

Ia mengatakan, pengalaman berlayar ke Laut China Selatan merupakan pengalaman yang membingungkan, Stavrdis dan para stafnya kerap menarik nafas lega setiap kali mereka berhasil menyelesaikan misi mereka di wilayah panas tersebut. (*)

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Bloomberg

Baca Lainnya