Pantas Kapal China Getol Bolak-balik, Rupanya Peraiaran Natuna Simpan 'Harta Karun' Bernilai Fantastis Selain Sumber Daya Ikan dan Alam yang Indah

Minggu, 05 Januari 2020 | 10:15
Dok. KOMPAS TV via Kompas.com

Kepulauan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau

Sosok.id - Hubungan China dan Indonesia akhir-akhir ini menjadi semakin panas karena masalah kapal ilegal yang masuk ke Perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Rupanya kasus yang terjadi kali ini pernah terjadi sebelumnya.

Yakni, dimulai dari tahun 2016 di mana ada kapal ikan ilegal asal China masuk ke Perairan Natuna.

Melansir dari Kompas.com, kala itu pemerintah Indonesia berencana untuk menangkap kapal tersebut, namun tidak berjalan mulus.

Baca Juga: Foto-Foto Gelar Pasukan TNI di Natuna, Siap Sedia Menyambut Datangnya Eskalasi Konflik dengan Coast Guard China

Sebab, dalam proses penangkapan itu, kapal Coast Guard China ikut campur tangan dengan sengaja menabrak KM Kway Fey 10078.

Insiden tersebut merupakan pelanggaran pertama yang dilakukan oleh kapal Coast Guard China terhadap kedaulatan dan Yuridiksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.

Konflik ini rupanya berlanjut di tahun 2017 saat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru.

Dalam peta tersebut, menitikberatkan peta perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya.

Baca Juga: Prabowo Melempem Hadapi Kenekatan China Dilaut Natuna, Susi Pudjiastuti Sindir Mengenai Kedekatan Menhan Dengan Negeri Tirai Bambu

Selain itu, nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.

Adapun, langkah tersebut dilakukan demi menciptakan kejelasan hukum di laut serta mengamankan ZEE milik Indonesia.

Namun, penamaan tyersebut dilakukan di wilayah yuridiksi laut Indonesia dan bukan wilayah Laut China Selatan secara keseluruhan.

Kemudian, pada 19 Desember 2019 lalu, kapal-kapal asing penangkap ikan milik CHina kembali memasuki wilayah Peraian Natuna.

Baca Juga: Memang Serakah, Ini Dia Peta Klaim China Terhadap Natuna Utara yang Dijuluki Juluran Lidah Naga

Mereka melanggar ZEE Indonesia dengan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).

Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan telah melanggar kedaulatan di Perairan Natuna.

Terkait masalah tersebut pihak pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri, bahkan telah melayangkan nota protes resmi dan memanggil Dubes China untuk Indonesia di Jakarta.

Tak hanya itu, 5 unit kapal perang serta 600 personel TNI juga telah disiagakan di wilayah Perairan Natuna.

Baca Juga: Geram! Mantan Menteri Kelautan Minta Pemerintah Langsung Tenggelamkan Kapal China di Laut Natuna, Susi Pudjiastuti: 2015 Sampai 2019 Mereka Tak Berani Masuk!

Masih melansir dari Kompas.com, 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).

Harta Karun di Peraiaran Natuna

Seringnya kapal asing masuk ke Peraian Natuna tentunya bukan tanpa suatu alasan.

Selain karena kaya akan sumber daya perikanan dan alamnya yang indah, rupanya ada harta karun yang tersimpan di Perairan Natuna.

Baca Juga: Alamat Coast Guard China Remuk di Natuna Jika TNI AL Sampai Hati Luncurkan Rudal Maut Pelibas Kapal Induk Ini

Melansir dari Harian Kompas, 23 Juli 2016, Haposan Napitupulu, mantan Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas menyebutkan bahwa, Perairan Natuna menyimpan cadangan minyak dan gas (migas) yang sangat besar.

Salah satu blok migas yang menyimpan cadangan terbesar di Natuna adalah lapangan gas Natuna D-Alpha dan lapangan gas Dara yang kegiatan ekpolrasinya telah dilakukan sejak akhir 1960-an.

Kal itu, salah satu perusahaan migas asal Italia, Agip, melakukan survei seismik laut yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan 31 pengeboran eksplorasi.

Dari kegiatan tersebut, berhasil ditemukan cadangan migas terbesar dalam sejarah permigasan Indonesia selama 130 tahun terakhir.

Baca Juga: Indonesia Siaga Tempur, Inilah Mesin-mesin Perang TNI yang Dikirim ke Natuna Utara untuk Menggebuk Coast Guard China

Dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km persegi serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.

Sayangnya, sejak ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini masih belum bisa dieksploitasi.

Sebab, adanya kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk mengatasinya.

Pada 1980, pengelolaan blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina.

Baca Juga: Tidak Usah Perang, dengan TNI Tempatkan Kekuatan Militernya di Natuna Sudah Bisa Bikin Malaysia Jatuh Miskin

Namun, tetap saja Esso yang kemudian bergabung dengan Mobil Oil menjadi Exxon Mobil ini belum berhasil mengeksploitasinya.

Walaupun pihaknya telah mengeluarkan biaya sebesar 400 juta dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.

Kini, ada 13 perusahaan migas, dua di antaranya adalah perusahaan migas nasional, yang melakukan kegiatan operasi perminyakan di Laut Natuna.

Enam blok di antaranya telah dan akan diproduksi, semerata 7 lainnya masih dalam tahap eksplorasi.

Baca Juga: MQ-9 Reaper, Drone 'Buas' Milik AS Pencabut Nyawa Panglima Tertinggi Iran, Sudah Teruji di Berbagai Medan Pertempuran

Dengan demikian, klaim China di Laut China Selatan, tepatnya di Perairan Natuna seharusnya memicu pemerintah untuk menggalakkan operasi migas di wilayah ini.

Apalagi kegiatan ini etlah berlangsung selama lebih dari 50 tahun.

Khususnya untuk lapangan gas D-Alpha yang sudah ditemukan sejak 1973 dan lapangan gas Dara yang ditemukan pada 2000.

Keduanya bahkan belum berhasil dieksploitasi hingga saat ini.(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com, Harian Kompas

Baca Lainnya