Budayawan Bali Sebut Gempa yang Menimpa Pulau Dewata Pertanda Baik : Bukan Azab Tapi Pertanda Turunnya Kemakmuran

Selasa, 16 Juli 2019 | 16:18
facebook Bali Punya Cerita

Gempa Bali

Sosok.ID - Gempa bumi bermagnitudo 6 mengguncang pulau Dewata Bali, Selasa (16/7/2019) pagi tadi.

Pusat gempa berada di 83 kilometer barat daya Nusa Dua, Bali, dengan kedalaman 68 kilometer.

Gempa tidak berpotensi Tsunami.

Kepala Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Akhmad Taufan Maulana mengatakan, gempa juga terasa di sejumlah daerah, seperti Badung, Denpasar, Mataram, Lombok Tengah, Lombok Barat, Karangkates, Sumbawa, Lombok Timur, Lombok Utara, Jember, dan Lumajang.

Baca Juga: Kisah M Idris, Anak Petani Daerah Tertinggal yang Dilantik Jokowi Sebagai Lulusan Terbaik Akpol 2019

Mengutip Kompas.com, Selasa (16/7/2019) datangnya bencana alam memang tidak bisa diprediksi.

Namun seorang budayawan sekaligus penggiat lontar Bali Sugi Lanus mengatakan, gempa yang mengguncang Bali pada Selasa (16/7/2019) justru pertanda baik.

Sugi Lanus menyebut jika gempa terjadi pada Sasih Kapah dimana sesuai penanggalan sistem sasih, bulan berdasar purnama dan tilem.

"Kalau menurut lontar-lontar, itu gempa barusan di Bali malah pertanda baik, bukan azab. Tapi pertanda turunnya kemakmuran. Negara menuju kesejahteraan, kepemimpinan teguh dan siap menjaga rakyat," ujar Sugi Lanus.

Baca Juga: Janda 40 Tahun Terciduk Berduaan dengan Remaja Pria di Kamar Hotel Berhari-hari, Ngakunya ke Polisi Ibu dan Anak

Hal ini, masih lanjut beliau, tertulis dalam Lontar Aji Palindon atau disebut juga Palelindon.

Ada pula rangkuman ciri bencana, yakni Lontar Roga Sangara Bumi.

"Ada juga lewat pertemuan pancawara, saptawara dan juga menurut wuku. Sasih kapah sendiri jatuh pada bulan Juli. Gempa sendiri terjadi saat purnama yang merupakan puncak dari Sasih Kapah."

"Kalau ada gempa sebagai tanda-tanda buruk lainnya perlu ritual Guru Piduka (minta maaf pada semesta), "Prayascita" (penyucian atau ruwat bumi). Kalau terjadi korban 'Labuh Gentuh' (penyucian kembali alam menuju titik awal-normal)," ujarnya.

Meski demikian, Sugi Lanus tetap menghimbau warga tetap menjaga kewaspadaan walau Lontar menunjukkan gempa tadi merupakan pertanda baik.

Baca Juga: Jangan Lewatkan! Gerhana Bulan Terakhir di Tahun 2019, BKMG Sebut Bisa Dilihat di Indonesia dan Hanya Terjadi 2 Tahun Sekali

Sugi Lanus juga mengungkapkan jika orang Bali rumah zaman dulu yang berbahan kayu menurutnya lebih tahan gempa.

"Dulu rumah masih berbhaan kayu sehingga saat terjadi gempa masih bisa perpikir pertanda baik atau buruk. Berbeda dengan sekarang rumah terbuat dari tembok beton jadi harus tetap waspada," imbau Sugi Lanus.

Adapun rincian makna gempa menurut kepercayaan orang Bali sesuai waktu terjadinya peristiwa:

KASA:

Pada sasih ini Bhatari Sri mayoga_. Dunia tentram, banyak orang berpindah tempat, banyak orang senang, ternak tak kurang makanan.

KARO:

Bhatari Gangga mayoga. Hujan lebat berisi angin, pohon semua tumbuh, banyak orang memfitnah . KETIGA:

Bhatara Wisnu mayoga. Bayak hujan, tanaman subur, orang desa banyak bertengkar, banyak bahaya.

KAPAT:

Bhatara Brahma mayoga. Jarang hujan, dunia tak aman, orang desa bertengkar, menfitnah dan kecurigaan, pala gantung rusak, dan panas terik.

KALIMA:

Hyang Iswara mayoga. Pikiran orang bimbang, banyak orang sakit, banyak orang berbuat tidak baik, tidak tentram hatinya.

KANEM:

Bhatari Durga mayoga. Ramalannya banyak orang akan merasa susah, jatuh sakit dan tak tertolongkan, hasil bumi rusak, didesa banyak pencuri, banyak berpindah tempat.

KAPITU:

Bhatara Guru mayoga. Dunia tak aman, orang bingung, menimbulkan keributan, banyak penyakit, krisis pangan.

KAULU:

Bhatara Parameswara mayoga. Rakyat berduka cita, negeri tidak aman, orang desa banyak bertengkar, banyak pindah tempat.

KASANGA:

Bhatari Uma mayoga. Banyak orang desa bertengkar, kesusahan, pemerintah ditentang.

KADASA:

Bhatara Sangkara meyoga. Buah-buahan banyak, dunia tidak aman, banyak orang dikutuk orang tuanya, orang-orang besar bertentangan, orang banyak lupa dengan orang tuanya, banyak orang mati, banyak pengungsi.

DESTA:

Bhatara Shambu mayoga. Dunia rusak, dagang-dagang susah, ada sesuatu meletus, orang berduka cita, banyak hujan.

SADDHA:

Bhatara Anantaboga mayoga. Dunia ribut, tanaman tidak berhasil, jual-beli sepi, banyak penyakit, orang berduka cita. (*)

Editor : Seto Ajinugroho

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya