اِذَا دَخَلْتَ مَنْزِلَكَ فَسَلِّمْ، اِنْ كَانَ فِيْهِ أَحَدٌ، وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ أَحَدٌ فَسَلِّمْ عَلَيَّ وَاقْرَأَ (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ) مَرَّةً وَاحِدَةً
Artinya, “Apabila engkau memasuki rumahmu maka (ucakanlah) salam jika di dalamnya ada satu orang, dan jika tidak ada seorang pun di dalamnya, maka (ucapkanlah) salam kepadaku (assalamu alaika ya Rasulallah) dan bacalah (qul huwa Allahu Ahad) satu kali.” (Sayyid Muhammad bin Ali Khirrid, al-Wasailusy Syafiyah fil Adzkarin Nafi’ah wal Auradil Jami’ah [cetakan pertama: 1405 H], halaman 471).
Pria itu dengan hati yang senang dan bangga mengamalkan ajaran yang disarankan Rasulullah SAW.
Meski hidupnya penuh kekurangan, laki-laki itu menganggap bacaan yang disampaikan Rasulullah sudah merupakan materi yang tak ternilai harganya.
Pria itu dengan istiqamah membaca salam jika di dalam rumah terdapat orang, dan membaca salam untuk Rasulullah ketika rumah kosong.
Lalu ia melanjutkannya dengan membaca surat Al-Ikhlas. Maka Allah memberikan rezeki melebihi apa yang diinginkan sebelumnya.
فَأَدَرَّ اللهُ عَلَيْهِ الرِّزْقَ، حَتَّى أَفَاضَ عَلَى جِيْرَانِهِ وَقَرَابَاتِهِ
Artinya, “Maka Allah mengatur (memberi) kepadanya rezeki, hingga melimpah kepada tetangga dan kerabatnya.” (Muhammad bin Ali Khirrid: 471). (*)
Baca Juga: Pindah ke Madyan, Kisah Nabi Musa Nikahi Putri Nabi Syuaib