Kesempatan ketiga, kata Jaksa, adalah saat perjalanan menuju rumah dinas Duren.
Jika mengacu alasan untuk isolasi mandiri, maka asisten pribadinya, Susi yang kala itu ikut ke Magelang dan ikut tes PCR tidak diajak ke rumah dinas Duren Tiga.
“Seharusnya masih ada kesempatan bagi Saksi Ricky Rizal, Saksi Putri Candrawathi saksi Richard Eliezer dan Saksi Kuat Maruf untuk memberitahu tentang niat dari Terdakwa Ferdy Sambo yang hendak merampas nyawa Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sehingga korban tidak ikut ke rumah dinas Duren Tiga Nomor 46,” katanya.
Dan kesempatan keempat atau terakhir diungkap jaksa adalah saat sebelum Brigadir J dieksekusi.
Putri berada di sebuah kamar dengan jarak hanya tiga meter dari tempat eksekusi yang dilakukan Bharada E serta Ferdy Sambo.
“Ferdy Sambo Langsung mengatakan kepada Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dengan perkataan ‘jongkok kamu, lalu Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata "ada apa ini?"” jelas JPU.
Putri tetap tidak ada upaya untuk mencegah tewasnya Brigadir J, hanya saat diam dan membiarkan ajudannya tersebut tewas setelah diberikan tembakan terakhir oleh Ferdy Sambo di bagian kepala belakang.
“Tentang hal yang terjadi sebagaimana cerita Saksi Putri Candrawathi tentang pelecehan yang terjadi di Magelang dan bukannya malah membuat Terdakwa Ferdy Sambo semudah itu menjadi marah dan emosi hingga merampas nyawa Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat,” jelas Jaksa.
Terungkap bahwa Brigadir J masih hidup usai dihujani tembakan oleh Bharada E.
Brigadir J disebutkan masih merintih kesakitan usai mendapat sejumlah luka tembak di tubuh.
Namun, Ferdy Sambo mengakhiri kesempatan Brigadir J untuk selamat dengan menembak peluru ke bagian kepala satu kali hingga tewas.