Sosok.ID -Saat menjabat sebagai Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo disebut begitu berkuasa di Polri.
Sosok Ferdy Sambo sangat berkuasa sampai ada jenderal bintang tiga Polri atau perwira berpangkat Komjen yang merasa takut menangani kasus tewasnya Brigadir J.
Semua disampaikan pengacara Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak, saat menjadi narasumber di program AIMAN di Kompas TV.
Cerita berawal ketika Kamaruddin membahas mengenai uang senilai Rp 200 juta milik Brigadir J yang ditransfer seseorang ke rekening Bripka RR.
Hal ini diduga Kamaruddin dilakukan oleh Ferdy Sambo, dan ia lantas meminta PPATK turut serta menyelidiki kasus pembunuhan Brigadir J yang didalangi Ferdy Sambo.
Kamaruddiin mengaku, ada jenderal bintang tiga yang bercerita atau curhat kepada dirinya.
"Jadi di sini ada kejahatan perbankan libatkan PPATK supaya terang, karena kalau di sana terus yang menyidik, jenderal bintang curhat ke saya," ucap Kamaruddin.
" 'Abang terlalu berani, kami aja ketakutan', 'Kenapa kalian takut?', 'Harusnya mafia takut sama kita'," kata Kamaruddin meniru obrolannya dengan jenderal bintang tiga tersebut.
Kamaruddin mengaku tak tahu apakah jenderal bintang tiga tersebut serius atau hanya tengah bercanda.
Akan tetapi menurutnya, Ferdy Sambo memang memiliki sosok 'pelindung'.
"Saya enggak tahu bercanda atau engga, mereka enggak tahu siapa kawan siapa lawan, Ferdy Sambo ini walau bintangnya dua ada yang back up dia," ujar Kamaruddin.
Selanjutnya Kamaruddin menceritakan momen ketika dia mengirimkan bukti mengenai pembunuhan Brigadir J ke penyidik.
"Sebagai bukti nih, saya mau nge-WA bukti ke hp penyidik, nah penyidik yang ketakutan," kata Kamaruddin.
"Takut HPnya dipantau, ada juga penyidik yang menolak bukti," imbuhnya.
Sosok jenderal bintang lima
Menkopolhukam Mahfud MD menyebut Irjen Ferdy Sambo dinilai jadi sosok "jenderal bintang lima" di Polri.
Hal ini disampaikan oleh Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara iNews TV, Rabu (17/8/2022).
Awalnya Mahfud MD memuji kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mengungkapkan kasus pembunuhan Brigadir J.
Pasalnya, kasus ini didalangi oleh Irjen Ferdy Sambo yang notabene adalah pejabat tinggi di Polri.
"Penyelesaian yang diambil Kapolri sudah sangat proporsional dan cukup cepat, satu bulan loh selesai dalam kasus yang begini rumit dan begitu sensitif," ungkap Mahfud MD.
"Karena yang melakukan itu adalah pejabat tinggi Polri yang sebenarnya kalau dihitung bintangnya itu seperti bintang lima. Kadiv Propam itu bintang dua. Tapi anak buahnya yang bintang tiga, kepala bironya ada tiga yang seluruhnya tunduk pada ini (FS)," imbuh Mahfud MD.
Mahfud MD menyebut Ferdy Sambo adalah jenderal bintang dua rasa bintang lima karena ditakuti oleh banyak pihak.
"Sehingga rasa-rasanya kalau di Polri itu Pak Sambo memang praktis bintang lima karena semua takut pada dia. Rasanya semuanya bisa ditembak oleh dia dengan alasan apapun. Nah itu yang menyebabkan ketika dia melakukan kejahatan, lalu dia membuat rekayasa, orang hampir percaya dia semua, bahwa itu tembak-menembak, padahal itu karangan melibatkan 36 orang yang mengatur skenario itu," kata Mahfud MD.
Sama halnya dengan kasus ini, Ferdy Sambo mampu menembak Brigadir J, kemudian mengarang cerita mengenai kejahatannya tersebut.
Kekuasaan Kadiv Propam
Menurut eks Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji, Kadiv Propam bisa menentukan hitam putih seorang aparat Polri yang ingin naik pangkat, bersekolah, sampai hal lain terkait promosi jabatan.
"Dia yang menentukan hitam putih seorang aparat mau promosi."
"Misalnya seseorang yang sedang duduk di jabatan, kalau dia diperiksa oleh Propam karena ada laporan terkait suatu masalah bisa batal naik," ujar Susno Duadji.
Mengenai hitam putih promosi jabatan, Kadiv Propam ternyata menjadi kepanjangan tangan Kapolri.
Hal ini karena laporan Kadiv Propam ke Kapolri ini menjadi catatan khusus apakah seorang anggota Polri akan digeser dari jabatan setelah itu, atau tidak.
"Ini sampai ke bawah sampai ke Kapolres Indonesia," jelasnya.
Barulah Kadiv Propam, lanjut dia, melaporkan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), apabila ada catatan khusus dari seorang aparat katakan saja perwira tinggi.
Misalnya ada pengaduan masyarakat pelayanannya tidak bagus atau diduga aparat terlibat melindungi narkoba.
"Artinya Propam ini menentukan nasib seseorang termasuk karier aparat," tuturnya.
"Itu sudah lumrah dan bukan hanya di Polri tapi termasuk di kementerian di militer di institusi lain orang-orang yang mengganjal jabatan seperti ini ya yang menentukan nasib orang yang powerfull, di atas dia ini ya Kapolri," jelas Susno.