Satu di antaranya di Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste.
Buku "Satu Peluru Satu Musuh Jatuh" yang diterbitkan Kompas tahun 2015 itu, mengulas kehebatan Tatang dalam pertempuran Timor Timur 1977.
Dengan berbekal senapan serbu AK-47, obat-obatan, radio komunikasi, teropong siang dan malam, serta senjata kesayangannya Winchester M-70 berperedam suara, yang dilengkapi 50 butir peluru berkaliber 7.62 mm berwarna putih, tak satupun tembakan Tatang meleset dari kepala musuh.
Dalam pertempuran itu, Tatang ditemani oleh seorang spotter yang bertugas sebagai partner yang juga memiliki kemampuan snipper.
Malah spotter Tatang Koswara adalah seorang perwira, yaitu Letnan Ginting dari Kopassus.
Saat akan bertempur dengan Fretilin atau faksi pro kemerdekaan Timor Leste, Tatang Koswara dan Letnan Ginting memilih pinggir tebing curam sebagai tempat persembunyian.
Tempat persembunyian itu dipilih sendiri oleh Tatang Koswara, meskipun awalnya Tatang Koswara meminta usulan dari Letnan Ginting untuk menghormati statusnya yang seorang perwira, pangkat lebih tinggi dari Tatang yang seorang Sertu dari Bintara.
Saat itu, Letnan Ginting menyarankan agar bersembunyi di sebuah tempat yang tinggi. Namun, usulan itu ditolak Tatang Koswara.
Siapa sangka, tempat yang dipilih Letnan Ginting benar-benar didatangi pasukan Fretilin.
Dengan jarak hanya sekitar 50 meter dari ratusan pasukan Fretilin yang sedang beroperasi, Tatang Koswara menghubungi Kolonel Edi Sudrajat, meminta bantuan agar Kolonel Edi yang sedang berpatroli menyerang Fretilin.