Setelah runtuhnya Uni Soviet, Jenderal Hyten mengatakan AS dan NATO sampai pada kesimpulan bahwa, "Rusia bukan lagi ancaman".
Namun, Rusia saat ini secara aktif memodernisasi persenjataan nuklirnya. Mungkin karena takut AS, kata Jenderal Hyten.
Baca Juga: Laut China Selatan, China Blak-blakan Umumkan Sedang Asah Kesiapan Perang Untuk Giling Militer AS
Rusia dan AS telah mengambil langkah-langkah untuk memulihkan hubungan, tetapi akan membutuhkan waktu lama untuk mencapai stabilitas, kata Jenderal Hyten.
Wakil ketua Kepala Staf Gabungan AS menyebutkan kekhawatiran AS tentang China, yang terus-menerus memodernisasi senjata nuklirnya, membangun ratusan peluncur rudal balistik lagi.
"Tidak ada batasan bagi China untuk menempatkan hulu ledak nuklir pada peluncur itu," kata Jenderal Hyten.
"Rusia dan AS saling menahan diri dengan kesepakatan untuk membatasi hulu ledak nuklir. Tetapi dengan China, tidak ada kesepakatan seperti itu. China tidak tunduk pada batasan apa pun," katanya.
Baca Juga: Tidak Ada yang Mau Kalah, Kapal Perang AS Transit Lagi di Selat Taiwan, China Mengutuk Joe Biden
Pada Desember 2020, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan bahwa Washington, bukan Moskow, yang meningkatkan ketegangan dengan mempertahankan persenjataan nuklir di Eropa.
Ryabkov mengatakan Kremlin "berharap bahwa AS dapat berhenti menempatkan senjata nuklir di luar negeri, berhenti berbagi senjata nuklir dengan negara-negara yang tidak memilikinya.
Karena ini mengancam akan menyebabkan ketidakstabilan, meningkatkan munculnya risiko lebih lanjut. (*)