Akan tetapi, hal tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan jumlah orang usia kerja turun terlalu cepat, sehingga mengganggu upaya untuk menciptakan ekonomi yang sejahtera.
Pemerintah China kemudian telah meringankan kebijakan pembatasan kelahiran.
Akan tetapi, pasangan suami-istri di China menunda memiliki anak karena biaya yang tinggi, perumahan yang sempit, dan diskriminasi pekerjaan terhadap para ibu.
"Sumber daya tenaga kerja masih melimpah," kata direktur badan statistik, Ning Jizhe, pada konferensi pers seperti yang dikutip AP.
Data statistik China menunjukkan, persentase anak-anak dalam populasi naik tipis dibandingkan dengan tahun 2010, sementara persentase warga berusia 60 tahun ke atas meningkat lebih cepat.
Selain itu, kelompok pekerja potensial berusia 15 hingga 59 tahun menyusut menjadi 894 juta, turun sekitar 5% dari puncak tahun 2011 sebesar 925 juta.
"Perubahan pembatasan kelahiran dan kebijakan lainnya mendorong pemulihan populasi kelahiran,” kata Ning.
Baca Juga: Terlalu Pro, Pria Ini Kencani dan Tipu 20 Wanita, 3 Korbannya Ternyata Tinggal Seatap
Namun, dia mengatakan ada 12 juta bayi yang lahir tahun lalu, turun 18% dari laporan tahun 2019 sebanyak 14,6 juta.
China, bersama dengan Thailand dan beberapa negara berkembang Asia lainnya, menghadapi apa yang oleh para ekonom disebut tantangan apakah ia dapat menjadi kaya sebelum menjadi tua.
Beberapa ahli memperingatkan China bisa menghadapi "bom waktu demografis."