Sosok.ID - Di tengah kondisi Myanmar yang memanas karena pengambil alihan kuasa oleh militer, massa demonstran anti-kudeta mengutuk Indonesia.
Kudeta Myanmar yang bergejolak sejak 1 Februari telah memantik reaksi keras dari dunia Internasional.
Namun di tengah politik yang memannas, Menteri Luar Negeri junta militer Myanmar justru menggelar pembicaraan dengan Indonesia dan Thailand.
Hal ini memantik reaksi keras demonstran pada Indonesia.
Agenda dari Wunna Maung Lwin itu terjadi setelah Asia Tenggara berusaha meredam gejolak karena kudeta pada 1 Februari.
Keputusan angkatan bersenjata menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lainnya menuai kecaman internasional.
Tindakan kudeta militer itu menyebabkan ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat turun ke jalan dan berdemonstrasi.
Pertemuan itu terjadi setelah Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi disebut tidak akan segera terbang ke Naypyidaw.
Baca Juga: Myanmar Porak-poranda Sejak 1 Februari, AS Tegas Sanksi 2 Jenderal Pembuat Onar, Begini Ancamannya!
Adalah juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Tanee Sanrat, yang membenarkan adanya pertemuan tripartite.
Wunna Maung Lwin bertemu saat Menlu Retno juga menggelar pertemuan dengan Menlu "Negeri Gajah Putih", Don Pramudwinai.
"Kami tidak merencanakannya. Tetapi benar (ada pertemuan)," ujar Tanee dalam pesan singkat kepada awak media setempat.
Sumber di Bangkok mengungkapkan, pertemuan antara Don, Retno Marsudi, dan Wunna terjadi atas prakarsa "Negeri Gajah Putih".
Baca Juga: JuntaMyanmar Lagi-lagi Sebut Tindakannya Bukan Kudeta, Janji Gelar Ulang Pemilu Saat Demo Merajalela
Sebelumnya Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, yang berkuasa pada 2014 juga melalui kudeta, berujar isu Myanmar sudah ditangani kemenlunya.
Prayut mengatakan bahwa dua negara Asia Tenggar itu merupakan "tetangga yang baik", sebelum menolak menjawab lebih lanjut.
Dilansir AFP Rabu (24/2/2021), sebelumnya KBRI di Yangon harus menghadapi ratusan demonstran, selama dua hari beruntun.
Para pengunjuk rasa marah karena Jakarta mempertimbangkan negosiasi dengan junta militer, yang secara resmi bernama Dewan Pemerintahan Negara.
Baca Juga: Myanmar Rangkul Senjata Rusia untuk Pecundangi China, Terbukti dari Rekaman Kudeta
Demonstran membawa berbagai spanduk untuk meluapkan kemarahan, seperti "berhenti bernegosiasi dengan mereka", atau "Indonesia, jangan mendukung diktator".
"Dewan Pemerintahan Negara milik militer bukan pemerintahan kami yang sah," kata salah satu peserta, Seinn Lae Maung.
Baca Juga: Kirimkan Pasukan Perdamaian PBB, Ribuan Rakyat Myanmar Menuntut Aung San Suu Kyi Dibebaskan
Datang dengan menggambar bendera Myanmar di wajahnya, Seinn menyerukan supaya Jakarta bersedia mendengarkan suara rakyat.
Sejak kudeta pada 1 Februari, negara yang dulunya bernama Burma itu dilanda berbagai gelombang unjuk rasa menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi.
Tatmadaw, nama resmi militer, membenarkan tindakan mereka dengan menyebut Suu Kyi sudah melakukan kecurangan dalam pemilu.
(Ardi Priyatno/Kompas.com)