Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

China Semakin Diobok-obok, Prancis Bergabung dengan US Navy Tantang Perang Beijing

Seto Ajinugroho - Senin, 15 Februari 2021 | 22:00
China Semakin Diobok-obok, Prancis Bergabung dengan US Navy Tantang Perang Beijing
USNI News

China Semakin Diobok-obok, Prancis Bergabung dengan US Navy Tantang Perang Beijing

Sosok.ID - AL Prancis mendadak melayarkan armada perangnya ke Asia.

Bahkan mereka mengirimkan kapal selam nuklirnya untuk memantau pergerakan AL China.

Jelas ini tak masuk akal lantaran Prancis sama sekali tak ada kepentingan atas klaom Nine Dash Line China.

Prancis ikut memanaskan Laut China Selatan. Kapal selam serang nuklir Prancis SNA Emeraude baru-baru ini melakukan patroli di Laut China Selatan.

Baca Juga: Suami Kepingin Punya Anak Cewek, Jennifer Jill Ogah sampai Minta Nikita Mirzani Temani Ajun Perwira Bercinta: Daripada Sama yang Gue Nggak Kenal

Baca Juga:Biasanya Amerika, Kini Prancis Pun Ikut-Ikutan Bikin Geram China, Polahnya di Laut China Selatan Ini Berhasil Membuat China Terusik dan Marah Besar Pada Prancis

Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly mengumumkan sendiri mengenai patroli kapal selam nuklir Prancis tersebut.

France24, stasiun televisi Prancis melaporkan, dalam akun twitter-nya Parly mengungkapkan, kapal selam serang nuklir Prancis SNA Emeraude termasuk di antara dua kapal angkatan laut yang baru-baru ini melakukan patroli melalui Laut Cina Selatan.
"Patroli luar biasa ini baru saja menyelesaikan perjalanan di Laut Cina Selatan. Bukti mencolok dari kemampuan Angkatan Laut Prancis kami untuk mengerahkan jauh dan untuk waktu yang lama bersama dengan mitra strategis kami yakni Australia, Amerika dan Jepang," demikian tweet Parly yang menyertakan sebuah gambar dua kapal di laut.

SNA Emeraude, disertai dengan kapal pendukung, berlayar sejauh 15.000 km di lepas pantai Prancis sebagai bagian dari misi Marianne yang sejak September 2020 berpatroli di zona Indo-Pasifik. "Ini untuk menunjukkan bahwa kami masih hadir di sana secara militer," kata Jean-Vincent Brisset, Direktur Penelitian di Institut Hubungan Internasional dan Strategis (Iris) dalam wawancara denganFrance 24.

"Itu adalah janji lama yang dibuat oleh Jean-Yves Le Drian ketika dia masih menjadi menteri pertahanan," jelas Brisset. Le Drian, Menteri Luar Negeri Prancis saat ini, menjadi menteri pertahanan dari tahun 2012 hingga 2017.

Baca Juga: Status Jandanya Jadi Bahan Tertawaan Orang, BCL Kecewa: Sekarang Gak Ada yang Ngebela Gue, Berdiri Buat Gue..

China mengklaim hampir semua Laut China Selatan. Sementara Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Vietnam semuanya juga mengklaim sebagian dari kawasan itu, yang diyakini menyimpan cadangan minyak dan gas yang berharga.

Klaim Beijing diperdebatkan oleh Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa dan Asia.

Misi AS ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun lalu secara resmi menyerahkan catatan diplomatik ke kantor Sekretaris Jenderal PBB bahwa klaim maritim China di Laut China Selatan yang disengketakan "tidak sesuai dengan hukum internasional".

Pada bulan Januari lalu, Jepang, bergabung dengan beberapa negara termasuk Inggris, Prancis, Jerman, Malaysia, Australia, Indonesia, Vietnam dan Filipina, membuat pengajuan serupa ke PBB.

Dalam konteks geopolitik maritim yang semakin tegang ini, Prancis ingin menyatakan kembali bahwa ia memiliki kepentingannya sendiri yang harus diwaspadai di kawasan tersebut.

Baca Juga: Tertohok Tepat di Muka, Ajun Perwira Syok Dengar Jennifer Jill Bosan dan Ingin Selingkuh, Bukti Cinta Mati Meski Nikahi Janda Beda Usia 17 Tahun dan Bahkan Tak Bakal Kecipratan Harta

Pada tahun 2019, Kementerian Pertahanan Prancis merilis laporan berjudul "Prancis dan Keamanan di Indo-Pasifik" yang mengingatkan bahwa sekitar 1,5 juta warga Prancis tinggal antara Djibouti di semenanjung Afrika Timur dan wilayah luar negeri Polinesia Prancis.

Artinya, Paris memandang zona Indo-Pasifiknya membentang dari Teluk Aden hingga ke luar Australia. Namun Laut China Selatan tidak termasuk dalam laporan tersebut.
"Dari sudut pandang hukum, sangat dapat diterima untuk angkatan laut Prancis, dalam konteks operasinya di seluruh dunia, untuk berlayar ke sana," kata Antoine Bondaz, seorang peneliti spesialis Asia di Foundation for Strategic Research.

Pada April 2019, China menuduh Prancis masuk secara ilegal ke "perairan China" setelah kapal fregat Prancis, Vendémiaire, berlayar melalui Selat Taiwan.

Baca Juga: 'Muak' dengan Tabiat Istri, Raffi Ahmad Ancam Laporkan Nagita Slavina ke Polisi

Paris menyatakan angkatan lautnya transit di Selat Taiwan setidaknya setahun sekali tanpa masalah.

Hampir dua tahun kemudian, Prancis kembali ke kawasan itu, kali ini dengan kapal selam serang nuklir. "Ini sinyal yang lebih kuat daripada kapal fregat pengintai," kata Jean-Dominique Merchet, koresponden pertahanan L'Opinion, di situs web surat kabar Prancis.

"Dalam konteks hubungan diplomatik global, ini adalah cara Prancis untuk menunjukkan bahwa mereka tidak takut akan keseimbangan kekuatan dengan China," kata Brisset.

Prancis berusaha untuk memantapkan dirinya sebagai penjamin hak untuk bernavigasi secara bebas di perairan internasional. "Ini adalah cara untuk memberi tahu mitra Australia, India, dan Jepang kami bahwa kami tidak hanya membuat pidato yang bagus. Prancis hanya akan memiliki kredibilitas di kawasan itu jika menunjukkan bahwa ia siap bertindak untuk mempertahankan prinsip-prinsipnya," jelas Bondaz.

Tidak ada tanggapan dari China soal patroli kapal selam nuklir Prancis ini.

Namun bisa dipastikan Beijing siaga penuh mengetahui keadaan ini.(*)

Sumber : Kontan

Source : kontan

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x