Sosok.ID - Pemimpin tertinggi Korea Utara kembali guncangkan publik dunia gegara kasus terkait kejahatan manusia.
Bahkan negara yang cukup tertutup dari dunia luar itupun disebut-sebut bakal diadili di Pengadilan Internasional.
Lalu sanksi apa yang bakal dikenakan pada sosok pemimpin diktator tersebut?
Kini bahkan PBB bakal turun tangan untuk menangani kasus terkait kejahatan manusia yang dituduhkan pada Korea Utara itu.
PBB menyebutkan pada Selasa (2/2/2021) bahwa penyiksaan dan kerja paksa tersebar luas di penjara-penjara Korea Utara, yang merupakan kejahatan kemanusiaan.
Laporan yang dikeluarkan 7 tahun setelah penyelidikan penting PBB menemukan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan sedang dilakukan dan penjara politik masih dijalankan oleh pasukan keamanan.
Namun, informasi lebih lanjut sulit didapat.
"Tidak hanya impunitas yang diberlakukan, tapi pelanggaran hak asasi manusia yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan terus dilakukan," kata Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dalam sebuah pernyataan.
Bachelet mendesak kekuatan dunia untuk mengejar keadilan dan mencegah pelanggaran kemanusiaan lebih lanjut.
Laporan itu mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengajukan Korea Utara ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk menuntut atau membentuk pengadilan ad hoc, seperti yang dilansir dari Reuters pada Selasa (2/2/2021).
"Akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung seharusnya tidak menjadi pertimbangan kedua dalam membawa Korea Utara ke meja perundingan," kata juru bicara hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani kepada Reuters.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan di NBC News pada Senin (1/2/2021) mengatakan bahwa sanksi tambahan dapat diberikan kepada Korea Utara, dalam koordinasi dengan aliansi AS sebagai cara menuju denuklirisasi Semenanjung yang terpecah.
Blinken mengatakan bahwa hal itu adalah alat lain termasuk insentif diplomatik yang tidak ditentukan, katanya.
Korea Utara menyangkal keberadaan kamp penjara politik dan Juli lalu mengecam Inggris, karena mengumumkan sanksi terhadap 2 organisasi yang menurut pemerintah Inggris terlibat dalam kerja paksa, penyiksaan dan pembunuhan di kamp tersebut.
Laporan PBB, mengutip wawancara dengan mantan tahanan, mengatakan bahwa pihaknya terus menerima,
“laporan yang konsisten dan dapat dipercaya tentang penderitaan sistematis dari rasa sakit atau penderitaan fisik dan mental yang parah pada tahanan, melalui penderitaan pemukulan, posisi stres dan kelaparan di tempat-tempat penahanan.”
Ini menegaskan kembali temuan penyelidikan PBB pada 2014, yang dipimpin oleh mantan hakim Australia Michael Kirby, dan
"menunjukkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui penyiksaan terus terjadi di sistem penjara biasa," katanya.
Menurutnya, kerja paksa "yang mungkin merupakan kejahatan perbudakan terhadap kemanusiaan" juga bertahan di penjara.
(Kompas)