Menggunakan garis kontroversial itu, China telah meningkatkan aktivitas di Laut China Selatan dimulai dari Kepulauan Paracel sejak 1970-an dan 1980-an.
Kemundian berlanjut ke Kepulauan Spratly pada 1990-an, dan Scrborough Shoal pada awal 2000-an.
Menurut Cabalza, seorang analis kemanan dan rekan di National Defense University di Beijing, mengatakan China secara strategis mendekati "teka-teki di Laut China Selatan."
Dia menambahkan, bahwa pandemi virus corona memberinya banyak peluang untuk menjalankan kepentingannya itu.
"Sepertinya China menang," tulis Al Jazeera, mencatat bagaimana China memiliterisasi perairan yang disengketakan itu.
China juga telah mengembangkan bebatuan dan atol menjadi pulau-pulau buatan dalam beberapa tahun terakhir.
Tindakan ini jelas dikecam oleh banyak pihak, Amerika secara tegas menolak klaim China dan menurut Hukum Internasional tindakan China ilegal.
Namun, dengan 'bermuka tebal' China tidak peduli meski dikecam seluruh bumi, mereka masih ngotot melakukan klaim atas Laut China Selatan.
Alasannya sederhana, jejak sejarah dan catatan historis menjadi bukti bahwa China adalah penguasa sesungguhnya di kawasan itu.
Dalam sebuah pesan yang diterbitkan Presiden Xi Jinping tahun 2018, Xi menyebut bahwa lebih dari 600 tahun lalu penjelajah Tiongkok telah menguasai wilayah itu.