Saat Inggris datang pada September 1945, Maeda dan stafnya, Shigetada Nishijima, ditangkap dan dimasukkan ke penjara Glodok dan rutan Salemba.
Dalam wawancara dengan Basyral Hamidy Harahap yang dituangkan dalam buku berjudul, Kisah Istimewa Bung Karno, Nishijima membeberkan kisahnya di dalam penjara dengan Maeda.
Dia dipaksa mengaku oleh Belanda untuk mencap Republik Indonesia merupakan bikinan Jepang.
Sebab dalam tanggal naskah proklamasi tertulis '05 berdasarkan tahun Jepang, bukan '45.
Nishijima mengatakan, walau dirinya disiksa sampai buang air kecil berdarah, dia tetap tidak mengaku.
Setelah dipulangkan ke Jepang, Maeda mengundurkan diri dari angkatan laut Jepang menjadi rakyat biasa, tidak memiliki tunjangan pensiun.
Namun, Jaka Perbawa dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi menengarai bahwa generasi ketiga tahun 2000-an kemungkinan memposisikan Maeda sebagai sosok yang layak diperhitungkan dalam percaturan pasca Perang Dunia II.
"Ini dibuktikan dengan beberapa kali kurang lebih dua sampai tiga kali taruna-taruna angkatan laut Jepang merapat dengan kapal di Tanjung Priuk dan datang ke museum ini khusus untuk mencari tahu di mana Maeda tinggal," tutur Jaka.
Pada 17 Agustus 1977, Maeda diundang pemerintah Indonesia untuk menerima tanda kehormatan Bintang Jasa Nararya. (*)