Setelah jadi, ia memosting prototype ventilator dan memostingnya di media sosial.
Lalu ia tulis membutuhkan dokter untuk mereview ventilatornya, hingga akhirnya ia dipertemukan dengan dokter anestisi, Ike Sri Rezeki dari Unpad.
Dengan tegas Ike mengatakan, rancangan Syarif bagus dan banyak, namun yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP).
CPAP adalah satu fungsi paling sederhana pada ventilator untuk memberikan tekanan positif pada paru-paru agar terus megembang, tidak kuncup.
Ini penting karena Covid-19 menghasilkan lendir yang membuat paru-paru tidak bisa menerima oksigen.
“Saya bimbang, karena yang dipakai alat sederhana, tidak menantang banget. Karena yang saya buat terbilang canggih. Tapi dalam ekosistem inovasi, voice of customer sangat penting. Makanya saya libatkan dokter,” ucap dosen ITB ini mengungkapkan.
Kondisi pandemi seperti saat ini membuat bahan baku yang ia butuhkan sulit didapat dan membuatnya harus berputar otak mencari barang seadanya untuk menunjang alat buatanya.
Ia pun sempat diremehkan dengan usahanya ikut berkontribusi menghadapi pandemi virus corona ini.
Syarif dan timnya dinilai tidak akan mampu menyelesaikan ventilator. Ada juga yang bilang, Vent-I sebagai proyek “mission impossible”.
Namun keraguan sejumlah pihak itu tidak dihiraukannya. Ia terus maju, walaupun diisi dengan air mata.