Di sebuah Sofa di Masjid area kampus ITB jadi saksi bisu peluhnya tak henti demi bisa membuat alat kesehatan tersebut.
“Di sinilah saya menghabiskan waktu hampir 6 minggu saat menciptakan Vent-I. Tidur hanya 4 jam di sofa ini setiap malam,” ujar Syarif dikutip dari Kompas.com, Senin (29/6/2020).
Syarif menjawab tantangan sebagai insinyur di masa pandemi covid-19 ini untuk bisa membuat alat kesehatan tersebut.
Awalnya mula ia menciptakan alat medis yang ia beri nama Vent-I itu sangat tak mudah.
Sepulang rapat di Masjid Salman ITB, ia bertemu dengan alumni yang masuk ke dalam tim Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam penanganan covid-19.
“Dia bertanya, pak bisa bikin sprayer? Saya jawab bisa. Kalau bikin ventilator? Saya jawab, nanti saya pelajari dulu. Jadi ucapan ventilator itu datang dari dia,” tutur Syarif.
Baru hari selanjutnya ia menyanggupi untuk bisa membuat alat medis tersebut dengan keyakinannya sebagai insinyur yang berprinsip bahwa apa yang dibuat manusia maka ia juga bisa membuatnya.
Kendala pertama harus ia hadapi saat menugaskan stafnya untuk mebeli komponen ventilator yang ternyata membuatnya sadar bahwa mafia alat kesehatan luar biasa.
“Kalau daging impor, harganya naik 4 kali lipat. Tapi kalau alat kesehatan (alkes) bisa10 kali lipat. Saya makin bertekad untuk membuatnya tanpa menggunakan rantai pasok alkes,” ungkap Syarif.
Lantaran kendala tersebut ia pun akhirnya berkomitmen untuk membuat ventilator dengan alat seadanya dan bermodal hanya Rp 50 juta.