Setelah bertahun-tahun mengadu nasib di Osaka, Jepang, Ayano akhirnya memutuskan untuk kembali ke Lembah Nagoro dan menghabiskan masa hidupnya disana.
Namun akibat pertumbuhan laju ekonomi, Ayano menemukan kampung halamannya tidak seramai dan semenyenangkan seperti dulu ketika ia masih kecil.
Terlebih lagi ketika harus menghadapi sedihnya ditinggalkan oleh sosok sang ayah.
Bertekad mengusir rasa sepi yang mengganggu hatinya, Ayano pun mulai membuat boneka kain yang mirip seperti sosok sang ayah.
Berawal dari itulah, Ayano akhirnya perlahan mulai membuat boneka lainnya yang mirip dengan tetangganya.
Alasan Ayano melakukan hal ini adalah untuk mengusir rasa sepi.
Boneka-boneka ini dibuat seukuran aslinya dengan tongkat kayu, koran untuk mengisi tubuh, kain elastis untuk kulit dan wol rajut untuk rambut.
Setelah jadi boneka-boneka ini disusun Ayano di seluruh pelosok Lembah Nagaro dalam berbagai aktivitas yang membuat mereka seolah-olah tampak hidup.
Mulai dari bekerja di ladang, menjaga toko hingga menunggu bus di halte.