Adapun isi rencana perdamaian tersebut dianggap kontroversial dan menyalahi hukum internasioanl.
Proposal tersebut mengatakan, akan menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel yang "tidak terbagi", dengan imbalan yang ditawarkan Trump adalah Palestina akan "mendapatkan negara independen sesuai kehendak mereka".
Trump mengiming-imingi Palestina akan diberikan kedaulatannya sendiri, jika setuju dengan rencana perdamaian tersebut.
Menawarkan jalan menuju negara Palestina, tetapi tanpa tentara, dan tetap dikontrol oleh keamanan Israel menyeluruh di beberapa daerah, termasuk di atas laut.
Rencana tersebut juga menetapkan serangkaian kondisi yang harus dipenuhi oleh Palestina sebelum menerima kemerdekaan termasuk "pembongkaran Hamas", yang memerintah Gaza.
Berikut rincian maksud perdamaian Trump, seperti dikutip dari The Guardian:
- Menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang “tidak terbagi”, dengan potensi ibukota Palestina di sebelah timur dan utara kota.
- Kenali sebagian besar permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki sebagai bagian dari negara itu. Sebuah negara Palestina akan menerima teritori, kebanyakan gurun, dekat Gaza untuk mengkompensasi hilangnya sekitar 30% wilayah Palestina dari Tepi Barat. Gaza dan Tepi Barat akan dihubungkan oleh rel kecepatan tinggi.
- Kenali lembah Yordania, yang merupakan sepertiga dari Tepi Barat yang diduduki, sebagai bagian dari Israel.
- Menawarkan jalan menuju bentuk negara Palestina tetapi tanpa tentara, dan kontrol keamanan Israel menyeluruh di beberapa daerah, termasuk di atas laut. Rencana tersebut juga menetapkan serangkaian kondisi yang harus dipenuhi oleh Palestina sebelum menerima kemerdekaan termasuk "pembongkaran Hamas", yang memerintah Gaza.
- Kemungkinan menanggalkan kewarganegaraan Israel dari puluhan ribu warga Arab Israel yang tinggal di 10 kota perbatasan, dengan kota-kota itu dan penduduknya dimasukkan ke dalam negara Palestina masa depan.
- Kenali bagian-bagian gurun yang berbatasan dengan Mesir sebagai bagian dari negara Palestina masa depan.
- Menolak pengungsi Palestina diberikan "hak untuk kembali" ke rumah yang hilang dari Israel dalam konflik sebelumnya.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengkritik kesepakatan itu sebagai "konspirasi" yang "tidak akan berlalu".