Ini memungkinkan mereka untuk mereproduksi suara tunggal - jatuh di suatu tempat di antara vokal dalam kata-kata bahasa Inggris 'bed' dan 'bad', misalnya.
Di Mesir kuno itu adalah kepercayaan mendasar bahwa "membicarakan nama orang mati akan membuat mereka hidup kembali", kata Prof Howard.
Ini sangat penting bagi kerabat yang masih hidup dan oleh almarhum sendiri "ketika muncul di hadapan para dewa penghakiman."
"Mengingat keinginan Nesyamun yang menyatakan agar suaranya didengar didengar di akhirat agar dapat hidup selamanya, pemenuhan keyakinannya melalui sintesis fungsi vokal memungkinkan kita untuk melakukan kontak langsung dengan Mesir kuno, dam mendengarkan suara dari saluran suara yang tidak pernah terdengar selama lebih dari 3.000 tahun, dipertahankan melalui mumifikasi dan sekarang dipulihkan melalui teknik baru ini. " jelas Prof Howard, terkait upaya pengembalian suara Nesyamun.
Penelitian sebelumnya tentang Nesyamun telah menemukan bahwa dia berusia di pertengahan 50-an ketika meninggal.
Nesyamun diduga menderita penyakit gusi dan gigi yang sangat aus.
Prof Howard mengatakan: "Hanya mereka yang mampu mengkonfirmasi secara lisan bahwa mereka telah menjalani kehidupan yang saleh, diberikan izin masuk ke dalam keabadian dan dianugerahi julukan 'maat kheru' - benar dari suara - sebagaimana diterapkan pada Nesyamun sendiri di seluruh prasasti peti matinya."
"Dalam konteks ini, Nesyamun meminta agar jiwanya menerima rezeki abadi, mampu bergerak bebas dan melihat serta memanggil para dewa seperti yang ia lakukan dalam kehidupan kerjanya." lanjutnya.
Keinginannya yang terdokumentasi untuk dapat berbicara setelah kematiannya, dikombinasikan dengan kondisi tubuh mumi yang sangat baik, menjadikan Nesyamun sebagai subjek yang ideal untuk proyek 'Voices from the Past'.