"Saya sempet ketiban atap baja ringan rumah saya, karena saya pegangan mungkin enggak kuat," paparnya.
Dari situ, ia kemudian berusaha keluar dan mengapai apapun yang bisa diraih. Salah satu yang paling dekat adalah pohon ceri yang berada persis di samping kediamannya.
"Akhirnya istri saya suruh pegangan pohon ceri, kita naik ke atasnya, air udah nutupin hampir ke atap rumah," jelas dia.
Pemukiman tempat tinggalnya memang bukan padat penduduk. Kebanyakan tempat tinggal di sana adalah sekaligus toko usaha rumah makan.
"Tetangga udah pada duluan berhasil selamat, udah sepi, di sana ada Lapo (rumah makan), dekat sama saya cuma orangnya udah selamat duluan, selebihnya ada pabrik," jelas dia.
Selama kurang lebih 6 jam itu, dia bertahan hidup tanpa alat komunikasi. Jarak pemukiman warga yang jauh membuat mereka kesulitan dimetahui keberadaannya.
"Saya cuma berusaha minta tolong sama nepak-nepak air biar orang pada ngeliat, karena saya di pohon ceri takutnya enggak keliatan orang," ujar dia.
Ketika terjebak banjir itu, beberapa ancaman sempat dia lalu, misalnya bertemu dengan seekor bawak besar hingga ular. Beruntung, Umay dan istrinya bisa selamat dari ancaman binatang buas.
Pertolongan akhirnya datang dari warga pekerja pabrik yang berada dekat kediamannya. Saat itu, dia melihat pekerja sedang berjalan menyisir tembok dimana kondisi di dalam pabrik turut terendam banjir.