Sosok.ID - Hubungan Indonesia dan China memanas kembali terkait dugaan pelanggaran teritori oleh kapal penangkap ikan dari negeri tirai bambu.
Bahkan China menyertakan Coast Guard menjadi pendamping kapal nelayan mereka untuk menjaga sembari menangkap ikan di wilayah Indonesia.
Hal tersebut membuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti menjadi geram.
Susi pun bereaksi dengan memberi saran pada pemerintah untuk segera bertindak tegas pada para pencuri ikan di wilayah NKRI.
Baca Juga: Capek Habis Narik, Driver Ojol Ini Ketiduran Bangun-bangun Kebanjiran, Teman Malah Tak Menolong
Melalui akun Twitter pribadinya, memang mantan menteri kabinet Kerja ini aktif menyoroti tindakan nekat nelayan China.
Bahkan menurutnya, tindakan yang dilakukan negara tetangga itu sudah melewati batas hingga mengirim kapal Coast Guard nya untuk menjaga para nelayan mereka saat mencuri ikan.
Susi Pudjiastuti juga mengatakan bahwa sejak dirinya menjabat sebagai pembantu Presiden Jokowi di periode pertama pemerintahannya, tak ada kapal asing yang berani macam-macam di wilayah Indonesia.
Ia pun membandingkan saat dirinya jadi Menteri KKP dengan sekarang setelah dirinya lepas jabatan.
Dalam twit-nya Susi menuliskan bahwa sejak 2015 kapal asing tak berani memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Bahkan hal tersebut terjadi hingga pertengahan tahun 2019 menjelang jabatannya menjadi menteri telah selesai.
Seperti yang diberitakan, Kapal penangkap ikan dan Coast Guard China diduga melakukan pelanggaran perjanjian internasional mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan memasuki perairan Natuna.
Tak hanya itu saja, mereka juga nekat melanggar perjanjian ZEE dengan melakukan praktik Illegal, Inreported and Unregulated Fishing (IUUF) di wilayah teritori Indonesia.
Berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982.
Atas hal tersebut, Indonesia pun telah merespon dengan melakukan pengusiran meskipun kapal-kapal itu kembali lagi ke Perairan Natuna.
Protes yang dilakukan Susi pun langsung didengan manan kolega di Kabinet Kerja masa pemerintahan Jokowi yang pertama.
Retno Marsudi yang masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia pun bereaksi tegas.
Kementerian Luar Negeri merespons peritiwa ini dengan memanggil Duta Besar China di Jakarta dan melayangkan protes secara diplomatis atas adanya permasalahan ini.
Baca Juga: Walau Sudah Dilupakan dan Sekarang Ditinggal Pergi, Sule Kepergok Masih Pajang Foto Lina di Rumahnya
Disisi lain, setelah melayangkan protes dan masih saja dilanggar oleh nelayan-nelayan China, Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI pun ikut bergerak.
TNI menyiagakan Alat utama sistem senjata (Alutsista) berupa tiga Kapal Republik Indonesia (KRI), satu pesawat intai marintim dan satu pesawat boeing TNI AU.
Sementara, 2 KRI lain akan segera disiagakan, dan sedang diberangkatkan dari Jakarta, Jumat (3/1/2020), dilansir dari Kompas.com.
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono memimpin pelaksanaan pengendalian operasi siaga tempur di Natuna Utara yang dilakukan oeh Koarmada 1 dan Koopsau 1.
"Operasi ini digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara," kata Yudo dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2020), mengutip dari Kompas.com.
Natuna menjadi satu dari 18 operasi yang akan dilakukan Kogabwilhan I di tahun 2020, karena menjadi perhatian bersama.
Tak hanya TNI, Bakamla juga menambahkan sejumlah personel untuk berjaga di laut perbatasan.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Bakamla RI, Laksdya Achmad Taufieqoerrochman di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (3/1/2020).
Baca Juga: Sebelum Meninggal Dunia, Kebersamaan Rizky Febian dan Lina Terekam Kamera : Rindu Kumpul Kaya Gini
"Pasti ada. TNI pun pasti mengerahkan kekuatan juga. Tapi dalam kondisi saya bilang memang Bakamla di depan. Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull (strategi pendekatan), daripada grey hull," kata dia, mengutip dari Kompas.com. (*)