Padahal maskapai plat merah tersebut memberikan pelayanan pada publik sebagai pemberi jasa penumpang.
Itu akan bisa berimbas pula jika awak kabin kurang istirahat atau sakit bisa membahayakan keselamatan penumpang jika ia masih bertugas.
Jacqueline juga memberikan contoh seperti perjalanan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Sydney, Australia.
Terkadang pejalanan Jakarta-Sydney kembali lagi ke Jakarta harus bisa ditempuh awak kabin selama 3 hari.
Atau bisa dikatakan pulang pergi (PP) yang artinya setelah mendarat, awak kabin tak ada jeda untuk beristirahat langsung berangkat lagi mengudara.
Sekretaris ikatan pegawai Garuda tersebut juga mengatakan akibat dari tekanan kerja yang diberikan sangat tinggi saat ini sudah ada delapan pegawai yang diopname atau jatuh sakit.
“Contoh schedule Sydney-Jakarta-Sydney, itu harusnya tiga hari, tapi jadi PP (pulang pergi). Itu beri dampak tidak bagus kepada awak kabin, sekarang sudah ada delapan orang yang diopname,” ucap dia, dikutip dari Kompas.com.
Atas dasar itu, dirinya bersama anggota IKAGI lainnya ingin bertemu dengan pihak Kementerian BUMN.
“Kami akan bicara soal kondisi awak kabin yang ada di Garuda Indonesia, kondisi general, dan perusahaan,” lanjutnya, melansir dari Kompas.com.
Keberanian menyampaikan keadaan yang ada di tubuh perusahaan penyedia jasa udara milik Indonesia tersebut muncul karena merasa telah ada naungan bagi pegawai pesawat plat merah untuk mengadu.