Sosok.ID - Rupanya masih banyak yang tak tahu sejarah pertama kali ditemukannya pembalut wanita.
Selalu menjadi andalan di kala tamu bulanan datang, pembalut wanita rupanya memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi penemuan yang mengubah dunia.
Tak pernah terbayangkan, pembalut wanita yang kerap menjadi solusi hadapi tamu bulanan atau menstruasi ini ternyata pertama kali diciptakan bukan untuk kaum wanita, loh!
Ya, seperti yang kita ketahui, pembalut wanita adalah salah satu benda yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan para wanita.
Menjadi salah satu solusi menghadapi tamu bulanan, pembalut wanita telah mengalami perubahan fungsi dan bentuk masing-masing sesuai kebutuhan.
Mulai dari berbentuk pad, cup atau gelas hingga tampon, setiap bentuk memiliki fungsi yang berbeda bagi setiap wanita.
Namun dibalik bentuk dan fungsinya yang berbeda-beda, rupanya masih banyak yang tak tahu tentang sejarah panjang penemuan pembalut wanita.
Dilansir Sosok.ID dari lama The Femme International pembalut wanita pra-modern pertama kali diciptakan dari bahan kain, kapas dan wol domba.
Pada awal abad ke-4 di Yunani Kuno, para wanita dari daratan Athens menggunakan kain katun berisi kapas dan wol domba untuk membendung aliran darah menstruasi mereka.
Kain ini diikatkan pada bagian loincloth atau dalaman dibalik Peplos atau Chiton yang mereka kenakan.
Para bangsa Hypatia bahkan melempar kain bekas pembalut mereka untuk mengusir para pria-pria yang menguntit mereka di masa lalu.
Berbeda dengan bangsa Yunani Kuno, para wanita di daratan Cina menggunakan kain katun yang diisi pasir lembut sebagai pembalut mestruasi mereka.
Pembalut wanita berbentuk pad adalah bentuk yang paling tradisional dibandingkan bentuk pembalut wanita yang bisa ditemui saat ini.
Melansir laman The Femme International dan Kompas.com, pembalut wanita sekali pakai pertama kali ditemukan pada tahun 1918.
Pembalut tersebut terbuat dari lumut Sphagnum dan bubur kayu yang dibalut oleh kain linen.
Penggunaan bahan seperti lumut sphagnum dan bubur kayu pada masa itu dianggap mampu menyerap cairan dengan sangat baik dan memiliki sifat antimikroba.
Selain itu penggunaan bahan ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan kapas yang pada masa itu memiliki jumlah yang terbatas.
Namun, penemuan pembalut dengan lumut dan bubur kapas ini rupanya pertama kali diciptakan bukan untuk kaum wanita, melainkan untuk para pria.
Ya, sekitar abad ke-19, pembalut sekali pakai pertama kali diciptakan untuk para tentara pria yang berjuang di medan perang.
Pembalut ini diciptakan sebagai perban praktis dengan fungsi untuk menghentikan pendarahan dalam waktu singkat.
Penggunaan yang praktis dan daya serapnya yang cukup baik membuat perban ini lebih sering digunakan daripada perban balut linen pada umumnya.
Perusahaan sponsor perang pada masa itu memproduksinya secara massal dengan nama Cellucotton.
Namun pada akhir perang di tahun 1918, produksi Cellucotton yang berlebih akhirnya dialihfungsikan oleh para perawat wanita sebagai pembalut menstruasi mereka.
Terinspirasi dari para perawat ini akhirnya perusahaan mengembangkan produk pembalut wanita dengan bahan yang sama dengan nama Kotex pada tahun 1920.
Pembalut sekali pakai seperti Kotex pun langsung memiliki banyak penggemar karena harganya yang murah dan pemakaiannya yang mudah.
Produk pembalut sekali pakai ini pun berhasil menyingkirkan produk kewanitaan yang pada masa itu terbilang rumit seperti sabuk menstruasi atau menstruasial pad yang terbuat dari bahan flanel.
Hingga pada awal abad 21 lah pembalut sekali pakai mulai muncul dengan beragam bentuk dan fungsi.
Salah satu produk yang berhasil menggeser popularitas pembalut bentuk pad adalah tampon dan cangkir menstruasi.
Cara ini sering dianggap lebih baik dibanding pembalit sekali pakai yang kerap menggunakan pemutih.
Selain itu, pembalut sekali pakai juga dianggap kurang ramah lingkungan.
Beberapa perempuan memilih menggunakan cangkir menstruasi atau menstruation pad yang bisa dicuci kembali.
(*)