Sosok.ID- Sahar Khodayari dikabarkan telah meninggal dunia pada 8 September 2019.
Ia sempat menghebohkan Iran, bahkan dunia lantaran aksi nekatnya pada bulan Maret lalu.
Sebab, ia telah melanggar aturan yang berlaku di negara asalnya, Iran.
Sahar nekat menyamar sebagai seorang laki-laki demi bisa melihat pertandingan sepak bola secara langsung di stadion.
Ia merupakan penggemar dari klub sepakbola Tehgeran Esteghlal FC.
Saat mereka bertanding dengan Al-Ain FC di Stadion Alzadi pada Maret 2019, Saher menyelinap dengan menyamar sebagai laki-laki.
Dilansir dari Fox via Heavy, wanita 29 tahun itu mengenakan aksesoris rambut berwarna biru dan jas panjang.
Oleh sebab itu, publik menjuluki Sahar sebagai 'Blue Girl' atau 'Gadis Biru'.
Namun sayangnya, polisi berhasil mengetahui penyamarannya dan menangkap gadis itu.
Sahar dibebaskan dengan jaminan usai ditahan selama tiga hari sembari menunggu pengadilan memutuskan hukuman untuknya enam bulan kemudian.
Diketahui, Iran memang melarang perempuan untuk melihat pertandingan sepakbola secara langsung di stadion.
Peraturan itu sudah ditetapkan sejak 1981.
Sahar juga bukanlah wanita pertama yang melakukan aksi tersebut.
Namun, ia menjadi perhatian publik karena melakukan aksi yang tak kalah nekat.
Usai menunggu selama enam bulan, ia kembali ke pengadilan untuk mendengar keputusan hukuman.
Tetapi, karena hakim yang bertugas ada keperluan mendesak, pengadilan itu ditunda.
Dilansir dari BBC, ia kemudian mendengar kabar bahwa ia akan mendapat hukuman enam bulan hingga dua tahun penjara.
Mendengar hal tersebut, Sahar lalu melakukan aksi bakar diri di depan gedung pengadilan.
Berkat aksinya itu, ia menderita luka bakar yang parah, yaitu 90 persen.
Sahar lalu dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Namun sayang nyawanya tak tertolong usai menjalani pengobatan selama satu minggu.
Sahar dinyatakan meninggal pada 8 September 2019.
Saudari Sahar mengatakan pada media lokal Iran bahwa ia memiliki gangguan kesehatan mental.
Menurut keterangannya, wanita yang diketahui memiliki latar belakang pendidikan teknik komputer itu, memiliki gangguan bipolar.
Gangguan itu, lanjutnya, semakin parah usai Sahar dipenjara.
Kematian Sahar lalu membuat warganet Iran menyerukan protes di media sosial.
Dilansir dari situs resmi Amnesty Internasional, pihak berwenang Iran telah mengizinkan beberapa perempuan untuk masuk ke stadion dalam beberapa kesempatan.
Namun, Amnesty International menilai bahwa tidakan tersebut hanya sekadar publisitas.
Padahal bisa saja mereka mencabut larangan tersebut.
Amnesty Internasional juga percaya bahwa Sahar Khodayari bisa saja masih hidup jika bukan karena adanya larangan ini.
Serta trauma yang dialaminya karena penangkapan, penahanan, serata penuntutan yang berusaha dihindarinya.
"Kematiannya tidak boleh sia-sia. Hal ini harus mendorong perubahan bagi Iran untuk menghindari tragedi serupa di kemudian hari," tulis Amnesty International.
(*)