Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Kenakan Pakaian Dalam, Sejumlah Emak-emak Berdemo Mengenai Kasus Pengembangan Wisata Danau Toba Rampas Tanah Rakyat, Ini Penjelasannya!

Andreas Chris Febrianto Nugroho - Minggu, 15 September 2019 | 07:00
Kenakan Pakaian Dalam, Sejumlah Ibu-ibu Berdemo Mengenai Kasus Pengembangan Wisata Danau Toba Rampas Tanah Rakyat, Ini Penjelasannya!
Handout via Kompas.com

Kenakan Pakaian Dalam, Sejumlah Ibu-ibu Berdemo Mengenai Kasus Pengembangan Wisata Danau Toba Rampas Tanah Rakyat, Ini Penjelasannya!

Sekretaris Eksekutif Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Manambus Pasaribu mengecam tindakan represif yang dilakukan polisi dan Satpol PP kepada masyarakat adat Sigapiton.

Ia menilai BPODT telah melanggar prinsip-prinsip internasional yang tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Internasional (UNDRIP) yang diadopsi PBB pada 13 September 2007.

Pada pasal 10-nya tegas menyatakan bahwa masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayahnya.

Baca Juga: Kesetiaan Leo, Anjing yang Tak Pernah Beranjak dari Pinggir Jalan Selama 4 Tahun Demi Menunggu Sang Pemilik Datang

Selain itu tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar, tanpa paksaan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan ganti kerugian yang adil dan memuaskan, serta jika memungkinkan dengan pilihan untuk kembali lagi.

"Kami juga meminta pemerintah mengakui hak-hak masyarakat adat Sigapiton atas tanah adatnya," imbuhnya.

Dilansir dari Kompas.com, Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo mengatakan, pihaknya telah melakukan penelaahan untuk hak-hak masyarakat yang ada di atas Lahan Zona Otorita Danau Toba, Sumatera Utara.

Penelaahan itu dilakukan oleh Tim Terpadu Penanggulangan Dampak Sosial Kemasyarakatan, yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan melibatkan beberapa unsur.

Baca Juga: Jadi Sasaran Kebiadaban G30S/PKI, Istri AH Nasution : Itu yang Mau Membunuh Kamu Sudah Datang

“Salah satu tugas tim tersebut adalah melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi tanaman tegakan milik masyarakat di atas lahan tersebut,” terang Arie dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Menurutnya lahan berstatus hutan yang sebagian besarnya ditanami tanaman budidaya milik masyarakat, seperti kopi.

Proses penghitungan jumlah tanaman untuk lahan 279 hektar (ha) itu telah dilakukan dan saat ini sedang memasuki tahap penilaian oleh konsultan penilai publik.

Source :Kompas.com

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x