Sosok.ID- Bacharuddin Jusuf Habibie memang dikenal memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Bisa dikatakan ia adalah orang yang jenius karena ia memiliki IQ 200.
Ia merupakan alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang ITB).
Presiden ke-3 Republik Indonesia itu menempuh pendidikan sarjana pada tahun 1954.
Kemudian melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman.
Baca Juga: Dikenal Jenius dan Romantis, Inilah Quotes BJ Habibie Tentang Kehidupan yang Inspiratif!
Di sana ia mendapat gelar Diplom Ingenieur pada 1960, serta gelar Doktor Ingeniur pada 1965.
Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu bahkan lulus dengan predikat summa cumlaude dari Technise Hochscule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Dari studinya itu, Habibie memiliki rumus yang diberi nama "Faktor Habibie".
Melalui rumusnya, keretakan atau krack propaganation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang dapat dihitung.
Berkat keahliannya itu, Habibie pun mendapat julukan sebagai 'Mr. Crack'.
Usai menyelesaikan pendidikannya, Habibie lantas bekerja di sebuah perusahaan penerbangan di Jerman.
Yakni, Hamburger Flugseugbau Gmbh dan menjadi Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur.
Bahkan, di perusahaan itu, ia sempat menjabat sebagai wakil presiden dan direktur teknologi, serta penasihat senior perusahaan.
Hingga akhirnya, pada 1973 ia pulang ke Indonesia atas bujuk rayu Soeharto.
Saat itu, Soeharto yang menjabat sebagai presiden RI meminta Habibie kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmunya.
Baca Juga: Usai Nyaris 2 Minggu Dirawat Intensif, BJ Habibie Meninggal Dunia di RSPAD Akibat Degenerasi Tubuh
Menjadi CEO
Tugas pertama Habibie sesampainya di Indonesia saat itu adalah menjadi CEO.
Yakni CEO Industri pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia.
Selama kepemimpinan Habibie, ia tak hanya sekadar menginginkan untuk membuat pesawat.
Melainkan industri yang memiliki ekosistem dirgantara di dalamnya.
Hingga pada 1978, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Karya pertama
Salah satu karya terbesar yang dibuat oleh Habibie dalam industri pesawat terbang Indonesia adalah N250.
Ia memimpin dan merancang pembuatan pesawat yang diberi nama N-250 Gatot Kaca tersebut.
Setidaknya, Habibie memerlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal.
N250 menjadi pesawat pertama yang diproduksi oleh Indonesia.
Adapun penerbangan perdana dari pesawat N250 dilakukan pada 10 Agustus 1995.
Di mana hari itu, kemudian ditetapkan sebagai Hari Teknologi Nasional oleh pemerintah.
Keistimewaan N250
Pesawat N250 merupakan satu-satunya pesawat di dunia yang menggunakan fly by wire dengan jam terbang 900 jam.
Peswat ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km per jam (330 mil per jam).
Sementara, kecepatan ekonomisnya adalah 555 km per jam.
Hal itu menjadikan pesawat ini sebagai yang tercepat di kelas turboprop 50 penumpang.
Adapun, untuk ketinggian operasi adalah 2.500 kaki (7.620 meter) dengan daya jelajah 1.480 km.
N250 juga dirancang tanpa mengalami dutch roll atau istilah umumnya adalah pesawat oleng.
Teknologi pesawat yang digunakan juga dirancang untuk 30 tahun ke depan.
Namun sayangnya, produksi pembuatan pesawat ini harus terhenti pada 1997 akibat adanya krisis ekonomi.
Harapan baru
Pada 2017, pesawat N-219 berhasil uji terbang.
Keberhasilan pesawat dengan kapasitas tak lebih dari 19 penumpang itu rupanya membawa harapan baru.
Habibie yang melihat keberhasilan ini pun lalu membuat proyek pesawat R80.
Baca Juga: Tak Terima Ponselnya Disita, Seorang Siswa di Gunung Kidul Datangi Gurunya Berbekal Celurit
Dilansir dari Kompas.com, ia mengatakan jika Indonesia ingin kembali berjaya di industri dirgantara, maka harus membuat pesawat dengan kapasitas 80-90 orang.
Melalui R80 ini, ia membantu mewujudkan pesawat dengan kapasitas tersebut.
R80 dirancang dengan kecepatan maksimal 611 kilometer per jam.
Sementara kecepatan ekonomis 537 kilometer per jam.
Sekali mengudara, pesawat ini bahkan mampu menjangkau 1.480 kilimeter.
Jika tak ada halangan dan sesuai rtencana, R80 akan mengudara pada 2025 nanti.
Bersamaan dengan momen tersebut, harapan Habibie akan kejayaan industri dirgantara Indonesia akan mengudara.
Pesawat itu juga akan menjadi kenangan terakhir Habibie yang wafat pada Rabu (11/9/2019) di RSPAD Gatot Soebroto.
(*)