Sosok.ID - Bayang-bayang kelam sejarah pemberontakan G30S/PKI tak bisa begitu saja dilupakan sebagian orang.
Bahkan sampai detik ini, kengerian yang terjadi saat gerakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 masih segar di ingatan beberapa orang.
Salah satu orang yang masih mengingat jelas kengerian pada masa G30S/PKI adalah Sumini, ketua Gerwani ranting Pati, Jawa Tengah.
Bergabungnya Sumini dengan Gerwani membuatnya dituduh terlibat dalam gerakan pemberontakan PKI yang kala itu.
Melansir Kompas.com dan Intisari Online, selama nyaris 6,5 tahun lamanya Sumini harus menanggung semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya sebagai anggota Gerwani.
Berbagai siksaan, stigma dan bahkan cemoohan harus ia terima selama 6,5 tahun mendekam di penjara.
Selama menerima siksaan dan cemoohan dari sana sini, Sumini masih tidak tahu apa yang membuatnya harus menerima perlakuan semacam ini.
Padahal alasannya bergabung dengan Gerwani sama sekali tidak ada hubungannya dengan gerakan pemberontakan PKI.
Mengutip Kompas.com, Sumini mengatakan alasannya bergabung dengan Gerwani lantaran melihat program-programnnya yang sangat mendukung kesejahteraan kaum wanita.
Pada masa itu di Pati, adalah sebuah kewajaran ketika seorang anak perempuan yang masih duduk di kelas II sekolah rakyat dipaksa untuk menikah.
Saat itu, kata Sumini, Gerwani mengeluarkan larangan terhadap praktik perkawinan terhadap anak perempuan yang masih di bawah umur.
Tak hanya itu, Sumini juga mengatakan bahwa Gerwani adalah organisasi perempuan pertama yang merespon rencana pemerintah tentang pemberantasan buta huruf.
Tertarik dengan program Gerwani, Sumini pun bergabung dan mengajar baca tulis kepada anak-anak di desanya.
Bahkan kelompok Gerwani di daerahnya berinisiatif untuk mendirikan sekolah TK pertama di Pati.
"Kalau pagi saya kerja. Malam ngajar buta huruf. Lalu saya berhenti kerja, mengajar di TK Melati.
Waktu itu belum ada TK, tapi Gerwani sudah membuat TK Melati. Saya ikut karena program-programnya menyentuh hati saya," ungkap Sumini seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com dan Intisari.
Pasca pemberontakan PKI terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965, Gerwani disebut-sebut sebagai organisasi masyarakat yang dituduh sebagai antek-antek PKI.
Mereka pun menjadi salah satu sasaran penangkapan.
Mengutip Kompas, Rabu (11/9/2019) Sumini ditangkap pada 21 November 1965 dan mendekam selama 5 bulan di penjara Pati sebelum akhirnya dipindahkan ke LP Wanita di Bulu, Jawa Tengah.
Selama 6,5 tahun Sumini di penjara tanpa diadili dan terus menerus difitnah sebagai antek-antek PKI.
Tak hanya difitnah, Sumini juga menerima perlakuan yang tak menyenangkan, dihina hingga digebuki setiap kali pemeriksaan.
"Kami dibilang bejat moralnya. Itu setiap hari yang masih saya dengar. Belum lagi digebuki setiap pemeriksaan," kata Sumini saat ditemui di sela acara 'Simposium Membedah Tragedi 1965' di Hotel Aryaduta, Jakarta, tahun 2016 silam sebagaimana dilansir Sosok.ID dari Kompas.com.
Sumini mengatakan pada tahun 1965 silam, koran Berita Yudha dari Angkatan Bersenjata menuliskan ada dua anggota Gerwani yang ditangkap.
Adalah Jamilah dan Fainah, dua anggota Gerwani yang ditangkap tersebut itu.
Keduanya dikabarkan terlah melakukan kekerasan kepada para jenderal yang menjadi korban pemberontakan PKI.
Gerwani pun langsung menjadi bulan-bulanan masyarakat pada masa itu.
Pemusnahan terhadap organisasi pun dilakukan dibawah pimpinan tentara.
Pada umurnya yang sudah semakin tua ini, Sumini hanya berharap Presiden Joko Widodo bisa memberikan rehabilitasi untuk membersihkan namanya dari peristiwa G30S/PKI.
Sumini mengaku tidak tahan jika harus menerima teror dan stigma sepanjang hidupnya. Setelah dilepaskan dari tahanan, Sumini mengaku selalu mendapat teror dari aparat kemanan.
Hampir setiap hari dia dihubungi oleh pihak kepolisian untuk menanyakan tentang keberadaan Sumini dan apa saja yang akan ia lakukan di luar rumah.
Gerak-gerik Sumini selalu diawasi atau bahkan terhalang-halangi hanya karena ia menjadi salah satu korban tragedi 1965.
"Saya inginnya nama saya itu dipulihkan kembali. Stigma masih saya rasakan. Kan jokowi dengan Nawacita-nya berjanji akan melindungi seluruh warga negara.
Saya ini kan juga warganya, lah kenapa saya ini terus diteror," kata Sumini.
(*)