Sosok.ID - Tepat kemarin, Sabtu (7/9/2019) sudah terhitung 15 tahun sejak salah satu aktivis pejuang HAM Indonesia, Munir Said Thalid tewas dalam penerbangan dari Jakarta menuju Belanda.
Munir Said Thalib dinyatakan tewas pada 15 tahun yang lalu 2 jam sebelum pesawat mendarat di bandara tujuan akhir.
Dua bulan pasca kematian Munir Said Thalib, kepolisian Belanda memastikan sang aktivis HAM dibunuh dengan menggunakan racun arsenik.
Melansir Kompas.com, senyawa kimia tersebut ditemukan di dalam tubuh Munir setelah dilakukan proses autopsi.
Diduga, senyawa kimia bernama arsenik tersebut ditaruh dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi Munir selama penerbangan.
Ya, tidak semua orang tahu banyak tentang arsenik.
Nama arsenik sendiri mungkin masih awam di telinga publik Tanah Air.
Bagi yang tidak menggeluti dunia sains dan kesehatan, arsenik mungkin tidak berarti apapun selain jenis nama yang aneh dan tak biasa.
Namun siapa sangka bila benda yang memilliki nama aneh ini merupakan salah satu senyawa kimia paling mematikan di dunia?
Dilansir Sosok.ID dari laman Agency fo Toxic Substances and Disease Registry, arsenik adalah senyawa kimia dengan nomor atom 33 dan tergolong unsur semi metal yang memiliki masa atom 75.
Arsenik adalah salah satu senyawa kimia yang dapat ditemukan secara organik dalam kandungan tanah maupun anorganik melalui proses sintetis.
Dalam konsentrasi yang cukup rendah, arsenik bisa dengan mudah ditemukan dalam kandungan berbagai jenis makanan seperti, nasi, susu, dan daging hewan.
Mengutip Material Safety Data Sheet, Minggu (8/9/2019), arsenik memiliki bentuk fisik padatan atau cairan berwarna keperakan seperti Raksa atau air keras.
Berbeda dengan Sianida, arsenik sendiri adalah senyawa kimia yang tidak memiliki bau dan rasa sehingga sulit untuk dideteksi keberadaannya dalam suatu tempat.
Senyawa ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan, industri bahkan di bidang kesehatan.
Kendati demikian, senyawa arsenik tergolong sebagai senyawa kimia dengan tingkat keracunan yang paling mematikan.
Saking mematikannya, senyawa ini kerap disebut sebagai si 'pembunuh tak kasat mata' atau 'raja racun' paling mematikan di dunia.
Bentuk fisiknya yang sulit dideteksi dan efek racunnya yang bekerja cepat membuat senyawa kimia ini kerap kali disalah gunakan untuk aksi kriminal.
Seperti dalam kasus pembunuhan Munir.
Salah satu senyawa arsenik bentuk anorganik yang kerap digunakan sebagai racun adalah Arsenik Trioksida yang tak memiliki bau, warna dan rasa.
Bila terkontaminasi dalam konsentrasi yang cukup tinggi, tubuh manusia akan mulai bereaksi dengan sangat cepat.
Gangguan kesehatan seperti gangguan metabolisme pencernaan, kram otot, gangguan sinyal otak, sesak napas, serangan jantung hingga kelumpuhan dapat terjadi.
Kendati dianggap sebagai racun paling mematikan di dunia, arsenik rupanya juga pernah dipakai dalam dunia medis.
Dilansir Sosok.ID dari jurnal penelitian berjudul 'Arsenic-The 'Poison of Kings' and 'The Saviour of Syphilis' karya John Firth edisi Desember 2013, senyawa arsenik pernah digunakan dalam pengobatan penyakit Raja Singa.
Pada tahun 1906, seorang dokter asal Jerman bernama Paul Ehrlich dan rekan-rekannya menemukan bahwa senyawa turunan arsenik dapat mengobati penyakit raja singa dengan sangat baik.
Dalam penelitiannya, arsenik disebut memiliki kemampuan baik sebagai antibakteri dan antimikroba yang mampu mengisolasi pertumbuhan infeksi bakteri Spirochaeta pallidasebagai penyebab utama penyakit Raja Singa.
Paul Ehrlich mengembangkan hipotesis bahwa senyawa kimia turunan arsenik dapat mengisolasi dan menghancurkan mikroorganisme tertentu tanpa melukai jaringan tubuh inang.
Pada tahun 1908, Paul Ehrlich pun dianugerahi penghargaan Nobel di bidang medis atas karyanya menemukan obat untuk penyakit Raja Singa dengan menggunakan senyawa arsenik.
Tak hanya dapat mengobati raja singa, arsenik juga diketahui digunakan untuk pengobatan penyakit psiriasis, ulkus kulit, dan masalah persendian.
Bahkan saat ini, senyawa arsenik bisa dimanfaatkan untuk pengobatan leukimia jenis tertentu.
(*)