Sosok.ID- Seorang siswi magang berusia 17 tahun menjadi korban perbuatan asusila oleh seorang oknum camat di Kabuparen Sambas.
Pria berinisial BR (56) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan tersebut adalah seorang camat di wilayah itu.
Kasat Reskrim Polres Sambas AKP Prayitno menuturkan, pengungkapan kasus dugaan pencabulan ini bermula dari adanya laporan aparatur desa tempat tinggal korban.
Dari hasil laporan yang diterima kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan pada Hari Kamis (15/8/19).
Kasat menjelaskan, kasus ini teregister dengan Nomor Laporan Polisi LP: 217/ VIII /RES.1.24/2019/Kalbar / SPKT Res Sbs, tertanggal 5 Agustus 2019, dikutip dari Tribunnews.com.
Hasil pemeriksaan, korban mengaku bahwa pelaku lancarkan perbuatan cabulnya sebanyak dua kali di rumah dinas camat dan di ruang kerja camat di kantor kecamatan.
Korban mendapatkan perlakuan cabul dari pelaku dengan di cium dan diraba tubuhnya.
Prayitno menjelaskan, pada saat kejadian di TKP kantor camat, korban di panggil oleh tersangka ke ruang kerjanya. Lalu dilakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.
"Dua kali kejadian itu masing-masing terjadi pada 22 dan 25 Juli 2019 silam di rumah dinas camat,"ujar AKP Prayitno, dikutip dari Kompas.com.
"Kejadiannya pada Kamis tanggal 25 Juli 2019 sekira pukul 12.30 WIB di rumah dinas oknum camat tersebut," tegas AKP Prayitno, dikutip dari Tribunnews.com.
Saat ini pelaku BR sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersebut setelah adanya pelengkapan penyidikan melalui pemerikasaan sejumlah saksi dan pengumpulan barang bukti.
Polisi akan menjerat oknum camat ini dengan pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Alik Rosyad menerangkan, oknum camat tersangka cabul itu dijerat dengan Pasal 82 Undang-undang tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak Rp 15 miliar.
Alik menambahkan, dengan ancaman di atas lima tahun, biasanya aparat kepolisian menahan tersangka.
"Tapi memang, (penahanan tersangka) ini menjadi kewenangan penyidik sepenuhnya," tutupnya, dikutip dari Kompas.com.
Perihal penahanan atau tidak adalah di bawah wewenang penyidik sepenuhnya yang dilihat dari berbagai faktor yang ada.
Baca Juga: Operasi Ten Go, Serangan Banzai Bunuh Diri Tentara Kekaisaran Jepang, Lebih Parah dari Kamikaze
Namun karena alasan bahwa pelaku BR, oknum camat tersebut dalam proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan ini kooperatif dengan petugas, maka pelaku yang sudah dijadikan tersangka tersebut tidak ditahan.
"Tersangka tidak ditahan, karena kooperatif," jelas AKP Prayitno, dilansir dari Kompas.com.
(*)