Hal ini disengaja lantaran Jepang menginginkan Yamamoto mengamati seluk beluk Amerika yang merupakan calon lawan mereka di pasifik.
Benar saja, pada 30 Agustus 1939 Yamamoto ditarik kembali ke Jepang dan langsung dilantik menjadi Panglima Tertinggi seluruh Armada Kaigun.
Dilema bagi Yamamoto, pasalnya Kekaisaran memerintahkan dirinya untuk mempersiapkan sebuah operasi ofensif menyerang kedudukan Amerika di Pearl Harbor.
Baca Juga: Ketahuan Curi ATM Milik Pacar, Pria Ini Ancam Akan Sebarkan Video Mesumnya
Jawaban Yamamoto saat mendapati perintah itu malah buat panas telinga PM Jepang Konoe Fumimaro.
"Sekiranya saya diperintahkan berperang... Jepang akan merajalela selama enam bulan pertama... tetapi saya tidak mempunyai keyakinan apapun buat tahun kedua dan ketiga," ujar Yamamoto kepada Komando Tinggi Kekaisaran Jepang termasuk Kaisar Hirohito.
Tak mau ambil pusing dengan saran Yamamoto, baik Fumimaro dan sang Kaisar tetap pada pendiriannya, 'membokong' Amerika di Pearl Harbor tanpa pernyataan perang terlebih dahulu.
Pearl Harbor kemudian diserang, usai itu Yamamoto langsung merancang serangan ke Asia Tenggara dimana sasaran utamanya adalah Hindia Belanda (Indonesia).
Tahu akan gelagat ini sekutu langsung membentuk Task Force gabungan yakni American-British-Dutch-Australian (ABDA) Command yang dikomandani Laksamana Karel Doorman untuk bertugas mempertahankan Asia Tenggara dari cengkeraman Jepang.
27 Februari 1942, Jepang mulai menyerang kedudukan ABDA di Hindia Belanda.
Pertempuran tak terelakkan, armada gabungan ABDA berlayar ke arah timur laut dari Surabaya dengan tujuan mencegat konvoi raksasa Kaigun yang sedang mendekat melakui selat Makassar.