Nyawa bak Tak Lagi Ada Harganya, Kepala HAM PBB Mengamuk Kudeta Myanmar Semakin Brutal, Desak Dunia Bertindak

Sabtu, 29 Januari 2022 | 19:41
@myanmar.tatmadaw

Junta militer Myanmar

Sosok.ID - Kepala hak asasi manusia (HAM) PBB telah mendesak para pemimpin dunia untuk meningkatkan tekanan pada penguasa militer Myanmar.

Upaya itu dilakukan untuk menghentikan kekerasan terhadap rakyat Myanmar agar dengan cepat memulihkan pemerintahan sipil.

Diketahui, hampir satu tahun sejak militer merebut kekuasaan di negara itu lewat kudeta Myanmar pada 1 Februari 2021.

Dilansir dari Al Jazeera, Sabtu (29/1/2022), Kepala HAM PBB Michelle Bachelet mengatakan rakyat Myanmar telah membayar harga tinggi dalam hal nyawa dan kebebasan yang hilang.

Baca Juga: Kejinya Militer Myanmar, Total Hukuman Aung San Suu Kyi Bisa sampai 100 Tahun Penjara, Kini Hadapi 5 Tuntutan Baru

Michelle Bachelet mengatakan tanggapan terhadap krisis Myanmar 'tidak efektif' dan menuntut pemulihan cepat pemerintahan sipil di Myanmar.

Menurutnya, tanggapan internasional atas kasus kudeta Myanmar "tidak memiliki rasa urgensi yang sepadan dengan besarnya krisis".

“Sudah waktunya untuk upaya yang mendesak dan diperbarui untuk memulihkan hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar."

"Dan memastikan bahwa para pelaku pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia sistemik dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Baca Juga: Digulingkan, Dipenjara, hingga Disembunyikan, Aung San Auu Kyi Kini Dijatuhi Dakwaan oleh Junta Militer yang Rebut Kekuasaannya

Mantan presiden Chili itu mengatakan Dewan Keamanan PBB dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tidak berbuat cukup untuk meyakinkan para pemimpin kudeta untuk memfasilitasi akses kemanusiaan.

Bachelet menyebut, dia telah berbicara dengan para pembela kebebasan sipil di Myanmar yang memohon kepada masyarakat internasional untuk tidak meninggalkan mereka.

“Saya mendesak pemerintah – di kawasan dan sekitarnya – serta bisnis, untuk mendengarkan permohonan ini,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

Militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari tahun lalu, menggulingkan pemerintah sipil dan menangkap pemimpin de factonya, Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Merinding, Petinggi PBB 'Ngeri' dengan Pembantaian yang Saat Ini Dialami Rakyat Myanmar: Saya Mengutuk Ini!

Sejak kudeta militer telah menyebabkan kekacauan dan kehilangan nyawa dalam jumlah besar.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan bahwa sejak kudeta, setidaknya 1.500 orang telah dibunuh oleh militer dalam upaya brutal untuk menghancurkan perbedaan pendapat, sementara ribuan lainnya akan terbunuh dalam konflik bersenjata dan kekerasan yang lebih luas.

Setidaknya 11.787 orang telah ditahan secara sewenang-wenang karena menyuarakan penentangan mereka terhadap militer, kata kantor itu, di antaranya 8.792 masih dalam tahanan.

Ada pula 290 orang yang dilaporkan tewas dalam tahanan, banyak kemungkinan karena terjadi penyiksaan, tambahnya.

Baca Juga: Kacau Balau! Tubuh-tubuh Tak Bernyawa Ditemukan Seteah Serangan Udara di Myanmar

Bachelet mengatakan krisis saat ini dibangun di atas impunitas yang dengannya kepemimpinan militer melancarkan kampanye kekerasan terhadap minoritas Rohingya empat tahun lalu.

“Selama impunitas berlaku, stabilitas di Myanmar akan menjadi fiksi. Akuntabilitas militer tetap penting untuk solusi apa pun ke depan — orang-orang sangat menuntut ini,” katanya.

Sementara itu, kantor Bachelet akan menerbitkan laporan pada bulan Maret yang merinci situasi hak asasi manusia di Myanmar sejak kudeta. (*)

Baca Juga: 4.200 Warga Myanmar Berhamburan Melarikan Diri ke Thailand akibat Pecah Perang antara Junta Militer dan Kelompok Pemberontak

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Al Jazeera

Baca Lainnya