Xi Jinping Janji Benturkan Kepala Musuhnya ke Tembok Baja, Australia Justru Menantang, Siapkan Konfrontasi Mematikan di Laut China Selatan

Senin, 05 Juli 2021 | 15:31
Supplied/news.com.au

Fregat kelas Anzac Angkatan Laut Australia HMAS Parramatta (FFH 154) dengan pasukan AS, Prancis, dan Jepang di lepas pantai Kagoshima, Jepang, 14 Mei 2021.

Sosok.ID - Lebih banyak kapal perang. Lebih banyak 'umpatan'. Australia tampaknya bersiap untuk konfrontasi mematikan dengan China di Laut China Selatan.

Presiden China Xi Jinping berpidato di depan 70.000 orang di Lapangan Tiananmen pada saat memulai perayaan seratus tahun Partai Komunis Tiongkok.

Itu adalah peristiwa penting dan spektakuler, sehingga dia tidak dalam mood untuk kontradiksi.

Pada saat itu, Xi dengan lantang memperingatkan "pengganggu" internasional yang mengusik mereka.

Baca Juga: Bak Petir di Siang Bolong, Mendadak Australia Sejajarkan Indonesia dengan India dan Israel, Kenapa?

"Kepala mereka (akan) dibenturkan ke Tembok Baja Besar yang ditempa oleh lebih dari 1,4 miliar orang China," ancamnya.

“Kami tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengintimidasi, menindas, atau menaklukkan China. Tidak ada yang boleh meremehkan tekad, kemauan, dan kemampuan orang-orang Tiongkok untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial mereka,” katanya.

Pidato itu disambut dengan tepuk tangan meriah oleh kerumunan besar. Tetapi meski diancam, Australia tampaknya tetap berniat untuk "mengganggu" China.

Dikutip Sosok.IDdari news.com.au, Senin (5/6/2021), Australia telah mengirim Angkatan Laut Australia (RAN) lima kali dalam enam bulan terakhir untuk menantang pernyataan kepemilikan sepihak Beijing atas Laut China Selatan.

Baca Juga: Australia Jangan Harap Bikin China Ngompol, Latihan Bersama Jepang, AS, dan Prancis Cuma Bikin PLA Naik Darah: Militer Kalian Bukan Tandingan Kami!

Negara yang ber-ibukota di Canberra itu berencana melakukan beberapa misi serupa dalam beberapa minggu mendatang.

Upaya yang dilakukan Australia untuk memerangi klaim China menjadi hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu.

Direktur studi pertahanan UWA Profesor Peter Deanm mengatakan, Australia akan melibatkan diri dalam mencegah klaim Beijing atas Laut China Selatan.

“Fokus baru ini sebenarnya membawa kami kembali ke bisnis inti, yaitu Pasifik Selatan dan Asia Tenggara," kata dia.

Baca Juga: Korban Tragedi Pesawat Militer Filipina Kebanyakan Tentara Muda, Jadi Kecelakaan Angkatan Udara Terburuk, 50 Tewas

Direktur eksekutif LaTrobe Asia, Dr Bec Strating, mengatakan Canberra ingin dunia lebih terlibat di Asia Tenggara.

Australia menyebut mereka telah memimpin dengan memberi contoh.

“Australia telah menjadi semacam kenari di tambang batu bara,” katanya.

“Kami telah menjadi sasaran sanksi ekonomi Beijing sejak 2012. Jadi dunia duduk dan bertanya, 'bagaimana Australia akan menanggapi ini?'”

Terkait ancaman Xi Jinping yang menyebut akan membenturkan pengganggu ke "Tembok Baja Besar", Australia mungkin memiliki jawaban, yakni dengan "Armada Besi Bekas".

Baca Juga: Atmosfer China-Australia Kebakaran,Biang Kerok Ini Bikin Keduanya Hampir Mustahil untuk Berteman

Itu adalah penghinaan yang dilontarkan oleh Menteri Propaganda Nazi Joseph Goebbels pada koleksi lima kapal perusak RAN ​​tua yang dikirim untuk bertugas di Mediterania selama tahun-tahun pembukaan Perang Dunia II.

Pelaut Australia menerima label itu dengan bangga.

RAN modern tidak secara signifikan lebih besar dari saat itu. Tapi masih sibuk di garis depan melawan otoritarianisme.

Pada bulan Maret, fregat HMAS Anzac dan kapal pendukung HMAS Sirius melanggar "Nine Dash Line" China. Anzac melanjutkan latihan dengan kapal perusak Jepang JS Akebono.

Baca Juga: Merasa Difitnah AS atas 100 Silo Rudal, China Tegaskan Negaranya Bisa Lakukan Apa pun: Bangun Serangan Nuklir yang Kredibel!

Pada bulan April, Anzac dan Sirius bekerja sama dengan kapal serbu amfibi Prancis FS Tonnerre dan fregat FS Surcouf di Laut China Selatan dan Samudra Hindia.

Pada bulan Mei, Anzac dan Sirius bergabung dengan fregat HMAS Ballarat dan HMAS Parramatta.

Kemudian, pada bulan Juli, Ballarat menghabiskan seminggu di perairan yang diperebutkan dengan kapal perusak USS Curtis Wilbur. Ini termasuk game perang meriam tembakan langsung.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan Australia dan China harus "melakukan hal-hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional, daripada melenturkan otot mereka."

Baca Juga: Takut? ASSebut Kekuatan Nuklir China 'Mengkhawatirkan', Beijing Bangun Lebih dari 100 Silo Rudal

Tetapi Australia menilai China sendiri sibuk melenturkan ototnya di Kepulauan Spratly dan di sekitar Taiwan.

Sementara itu Profesor Dean mengatakan Canberra tidak terlalu tertarik dengan gonggongan prajurit serigala.

"Mereka akan menyebut kita antek atau apalah," katanya.

“Akan ada banyak retorika berlebihan seperti yang biasa kita dengar. Yang benar-benar penting adalah bagaimana PLAN (Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat) memahami gerakan ini dan meresponsnya.”

Tapi Laut China Selatan dengan cepat berubah menjadi kuali. Di mana kapal perang Australia berada di tengah-tengahnya.

Baca Juga: Isu Pandemi Mengalihkan Perhatian, Natuna Kini Memanas Lagi, TNI Sampai Buat Kesepakatan Dengan Negara Ini Untuk Hajar Kapal-kapal China

Beijing telah memilih kapal perang Australia dalam ancaman agresif terhadap negaranya.

Pada bulan Desember, kantor berita pemerintah China Global Times mengungkapkan kemarahan atas campur tangan Australia yang “jahat”.

China menyebut Australia sebagai anjing pemburu Amerika.

“Sebagai anjing pemburu AS, Australia harus menahan arogansinya. Khususnya, kapal perangnya tidak boleh datang ke wilayah pesisir China untuk melenturkan otot, atau (mereka) akan menelan pil pahit,” editorial Global Times memperingatkan.

Dr Straton mengatakan Australia sejauh ini berhati-hati dalam menyeimbangkan persamaan risiko versus imbalan. Tetapi ancaman berulang-ulang dari China bisa jadi menipis.

Baca Juga: Paling Canggih! China Turunkan Jet Tempur Siluman J-20 dalam Konflik Taiwan dan Laut ChinaTimur

“Beijing sangat bersedia menggunakan taktik pemaksaan ekonomi terhadap Australia, dan itu belum secara signifikan merusak ekonomi Australia – setidaknya belum. Jadi mungkin perhitungannya telah bergeser. Tapi tentu saja, ketakutan lainnya adalah membahayakan personel dan kapal."

“Ada risiko signifikan yang terlibat dalam melakukan sesuatu yang baru dan melakukan sesuatu yang provokatif,” tambahnya.

Risiko-risiko itu tampaknya terus meningkat.

“Anda mendapatkan lebih banyak kapal perang, lebih banyak pesawat di sana,” Profesor Dean menjelaskan.

“Dan tentu saja, kami juga memiliki lebih banyak kapal penangkap ikan, dan kami memiliki lebih banyak kapal kontainer. Sehingga menjadi lingkungan yang lebih padat. Dan itu sendiri dapat meningkatkan risiko.”

Baca Juga: Perang China vs Australia Tak Bisa Dihindari, Kini Negara-negara ASEAN Bisa Saja Kena Imbasnya Termasuk Indonesia, Ini Penyebabnya!

Dia mengatakan Australia telah menghindari secara langsung menantang batas-batas kedaulatan, sah atau tidak. Tapi dia menegaskan, Australia tidak mundur.

“Kami sudah berada di Laut China Selatan selama 100 tahun. Sejak Angkatan Laut Australia didirikan, itu telah menjadi bagian dari wilayah kami. Kami tidak pernah tidak ke sana. Yang baru adalah sikap agresif orang-orang China dalam menolak kehadiran kami.”

Hal itulah yang membuatnya percaya bahwa Canberra harus tetap "normal". Tak perlu merasa terintimidasi meski diusir dari Laut China Selatan.

“Saya salah satu orang yang berpikir Pemerintah Australia berturut-turut – baik Koalisi maupun Buruh – memiliki keseimbangan yang tepat. Pada dasarnya, sikap Australia adalah bahwa kami tidak akan berhenti melakukan apa yang telah kami lakukan. Tapi apa yang tidak akan kami lakukan adalah secara sepihak memprovokasi peningkatan ketegangan.”

(*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : news.com.au

Baca Lainnya