Sosok.ID - Tahun 2021 sudah memasuki bulan Februari, namun tanda-tanda pandemi virus corona belum juga berakhir.
Hal itu berimbas pada perekonomian hampir seluruh dunia termasuk Indonesia.
Di tahun 2020 kemarin, Pemerintah langsung mengambil sikap untuk mengeluarkan stimulus ekonomi bagi pegawai swasta dalam bentuk bantuan subsidi gaji (BSU) sebesar Rp 2,4 juta.
Kebijakan itupun disambut baik oleh banyak pegawai swasta yang terdampak covid-19 cukup nyata.
Namun ternyata di tahun 2021 ini, Pemerintah akhirnya menghapuskan BSU tersebut.
Melansir dari Kompas.com (3/2/2021) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari membenarkan sekaligus menegaskan bahwa tahun ini program pemerintah berupa bantuan subsidi upah atau gaji (BSU) tidak berlanjut.
Hal ini menjawab rencana dari serikat pekerja yang akan menyurati Presiden Joko Widodo, meminta agar program subsidi gaji dilanjutkan.
"Betul, di APBN 2021 tidak ada lagi subsidi upah," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/2/2021).
Pemerintah saat ini menurut keterangan hanya menganggarkan untuk jaringan perlindungan sosial bagi masyarakat golongan 40 persen terbawah.
"Adanya perlindungan sosial untuk kelompok 40 persen terbawah. Kayak subsidi bantuan langsung tunai (BLT) desa, sembako, ini masih ada," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Dia bilang, BSU untuk 2021 tidak mendapatkan jatah alokasi dari APBN 2021.
"Kami masih menunggu. Sementara memang di APBN 2021 tidak dialokasikan," ucap Ida di Jakarta, Senin (1/2/2021).
"Nanti kami lihat kondisi ekonomi berikutnya," kata Menteri jebolan dari Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Namun pekerja diharapkan tak usah khawatir mengenai BSU yang telah dihapuskan oleh Pemerintah tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan insentif pajak berupa pembebasan pajak karyawan tetap dilanjutkan di tahun 2021 ini.
Hal itu artinya, gaji yang diterima para pekerja bisa bertambah lantaran tidak dipotong pajak.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021.
Ia memaparkan, pembebasan pajak karyawan atau pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan mekanisme ditanggung pemerintah (DTP).
Pembebasan pajak ini berlaku bagi pegawai dengan penghasilan bruto di bawah Rp 200 juta per tahun sesuai klasifikasi, sebagaimana diatur di Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Tujuanya mendorong daya beli, memenuhi impor bahan baku produksi untuk sektor yang masih terdampak pandemi Covid-19, membantu arus kas perusahaan agar kembali melakukan aktivitas usaha,” terang Sri Mulyani dikutip dari Kontan, Rabu (3/2/2021).
"Untuk kebijakan insentif fiskal kami akan dorong pertumbuhan ekonomi dan kegiatan dunia usaha dengan memberikan insentif perpajakan untuk memperbaiki dan dukung peningkatan iklim investasi kondusif," kata dia lagi.
Pekerja atau karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong.
Pemberian upah tambahan dari pajak yang tidak dipotong tersebut diberikan secara tunai kepada pegawai.
Sedangkan pemberi kerja yang mendapatkan fasilitas ini wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi PPh Pasal 21 DTP.
Kebijakan pembebasan pajak karyawan berlaku pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.062 bidang industri tertentu, pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan pada perusahaan di kawasan berikat.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat ada 12.062 perusahaan yang mengajukan keringanan pajak karyawan pada April 2020.
Namun dari jumlah tersebut hanya 9.610 perusahaan yang disetujui untuk mendapatkan keringanan dalam membayarkan PPh pasal 21, sementara 2.452 sisanya ditolak.
(*)