Sosok.ID - Vaksinasi virus corona (covid-19) bakal dimulai minggu ini, lalu bagaimana bila ada yang menolak divaksin?
Pernyataan mengejutkan diungkap oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM mengenai kemungkinan jerat pidana pada masyarakat yang menolak divaksin.
Hal itu diungkap oleh Prof Edward OS Hiariej baru-baru ini yang menegaskan ada sanksi bagi yang menolak vaksin.
Tak tanggung-tanggung, sanksi hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta menanti bila ada yang menolak divaksin.
Menurut Prof Edward, sanksi tersebut telah tertera dalam Undang-undang.
Peraturan tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018.
Sedang isi dari UU tersebut mengenai Kekarantinaan Kesehatan, setiap orang yan tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana.
"Yakni penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta," ungkap Wamenkum.
Hal itu diungkapkan Wamenkum dalam 'Webinar Nasional: Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara Mengikuti Vaksinasi' yang diselenggaran PB IDI yang dikutip dari Kontan.co.id, Senin (11/1).
Melansir dari Kompas.com, program vaksinasi covid-19 akan dimulai tanggal 13 Januari 2021 besok.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menjadi orang pertama yang akan mendapatkan suntikan vaksin covid-19 tersebut.
Setelah itu menyusul tenaga medis, pejabat publik dan beberapa tokoh serta publik figur termasuk artis kenamaan Raffi Ahmad.
Setiap orang yang bakal disuntik vaksin menurut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin diberitahu melalui pesan singkat SMS.
Dalam penyelenggaraannya, Budi Gunadi menambahkan bahwa vaksinasi bagi masyarakat ini hukumnya wajib.
Wamenkum menjelaskan merujuk dalam UU Kekarantinaan Kesehatan tersebut memang adalah kewajiban yang harus dilakukan warga negara.
Salah satunya dalam kondisi wabah penyakit seperti sekarang ini.
"Ketika kita mengatakan vaksinasi ini kewajiban maka secara mekanisme maka jika ada warga negara tidak mau divaksin bisa kena sanksi pidana. Bisa denda, bisa penjara, bisa juga kedua-duanya," tuturnya.
Selain itu, dalam UU juga mengatur mengenai masyarakat yang tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, pengambilan paksa jenazah covid-19.
Ada pula sanksi yang menanti bagi yang menghalangi pemakaman jenazah covid-19 termasuk di dalamnya orang yang menolak untuk dilakukan vaksin terhadap dirinya.
Namun Wamenkum menambahkan, sanksi dalam UU ini adalah alngkah terakhir.
Hal itu saat sarana penegakan hukum lain tidak berfungsi.
Termasuk sosialisasi dari tenaga kesehatan, dokter, para medis.
"Sanksi lain dalam UU tersebut juga mengancam seperti tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, pengambilan paksa jenazah COVID-19, lalu menghalangi pemakaman jenazah COVID-19, termasuk di dalamnya orang yang menolak untuk dilakukan vaksin terhadap dirinya."
"Hanya, sanksi dalam UU ini adalah langkah terakhir saat sarana penegakan hukum lain tidak berfungsi. Termasuk sosialisasi dari tenaga kesehatan, dokter, para medis termasuk di dalamnya rekan-rekan IDI ini amat sangat penting," jelas Wamenkum.
Pengaturan mengenai kekarantinaan kesehatan dalam UU ini menurut Wamenkum adalah upaya untuk menciptakan kesadaran masyarakat.
"Untuk menciptakan kesadaran masyarakat, dari sisi medis vaksin itu bisa bermanfaat bagi kesehatan dan sebagainya. Kalau sudah ada kesadaran, tanpa upaya paksa dalam konteks penegakan hukum dan pidana tidak perlu lagi diberikan," ujar dia.
(*)