Sosok.ID - Mantan Sekretaris Pertahanan AS, Jim Mattis atau James Mattis, berbulan-bulan membungkam keheningan publik terhadap Presiden Trump sejak mengundurkan diri dalam protes pada Desember 2018 lalu.
Mattis tidak pernah mengatakan apapun tentang Trump sejak itu, namun belakangan, Mattis seolah sudah jengah hingga mengeluarkan statement menohok untuk Trump.
Mengutip New York Times, pada Rabu (4/6/2020), Mattis mengkritik kepemimpinan Presiden Donald Trump dalam menyikapi kerusuhan.
Seperti diketahui, gelombang demonstrasi antrirasisme yang dipicu atas kematian George Floyd kian memuncak.
Ketegangan, kerusuhan, penjarahan, terjadi di Amerika di tengah-tengah pandemi virus corona.
Mattis menilai, sikap Trump selama ini tidak pernah berusaha untuk menyatukan rakyat.
"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan orang-orang Amerika, dan bahkan tidak berpura-pura mencoba (mempersatukan bangsa)," tulis Mr. Mattis dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Rabu malam.
“Sebaliknya, dia mencoba memecah belah kita," lanjutnya.
Mattis secara berani mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya kepemimpinan yang matang dari Donald Trump selama menjabat jadi Presiden AS.
"Kami menyaksikan konsekuensi dari tiga tahun upaya yang disengaja ini. Kami menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang," katanya.
Mattis, seorang pensiunan jenderal Korps Marinir bintang empa, juga melayangkan kritik pada menteri pertahanan saat ini, Mark T. Esper.
Belakangan, Esper menggambarkan situs-situs protes di seluruh negara sebagai "ruang pertempuran" yang harus dibersihkan.
“Kita harus menolak segala pemikiran tentang kota kita sebagai 'ruang pertempuran' di mana militer berseragam diminta untuk 'mendominasi,'” tulis Mattis.
Seperti diketahui, Trump berupaya mengerahkan militernya untuk membasmi demonstran di Amerika.
Ia juga memerintah para gubernur di negara-negara bagian agar mendominasi para perusuh dengan melakukan tindakan keras kepada mereka.
Mattis beranggapan, tindakan itu justru hanya akan menciptakan konflik lain antara militer dan warga sipil.
Dalam sebuah kesempatan, Ester juga mengatakan hal serupa.
Menurutnya, mengerahkan militer dalam peran penegakan hukum hanya boleh dilakukan sebagai upaya paling akhir.
"Kami tidak berada dalam salah satu situasi itu sekarang. Saya tidak mendukung permohonan UU Pemberontakan," ungkap Ester, dikutip dari CNN.
Belakangan, Mattis bahkan mengungkapkan bahwa sebenarnya rakyat AS bisa bersatu jika bukan karena ulah Donald Trump.
"Kita bisa bersatu tanpa dia (Trump)," ujarnya.
Dikutip Sosok.ID, dilansir dari NYT, kecaman Mattis dibalas oleh Trump dalam cuitan di Twitternya.
"Mungkin satu-satunya kesamaan yang dimiliki Barack Obama & saya adalah bahwa kami berdua mendapat kehormatan memecat Jim Mattis, Jenderal yang paling dibesar-besarkan di dunia," katanya.
Pada 2013, Mr. Mattis dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai kepala Komando Pusat AS A.
Pasalnya, ia dianggap terlalu banyak sebagai elang pada kebijakan Iran selama pemerintahan Obama.
Dalam tweetnya, presiden menambahkan: “Kekuatan utamanya bukan militer, tetapi PR pribadi," katanya.
"Saya memberinya kehidupan baru, hal-hal yang harus dilakukan, dan pertempuran untuk menang, tetapi dia jarang 'membawa pulang bacon'.
"Saya tidak suka gaya 'kepemimpinan' atau banyak hal tentang dia, dan banyak orang lain yang setuju. Saya senang dia pergi!" tulis Trump.
Kecaman Mattis dianggap membawa beban besar di kalangan militer, di mana ia masih tetap sangat berpengaruh.
Di dunia marinir yang terpencil, Mattis memiliki status yang hampir seperti pemujaan.
Tetapi pengaruh itu meluas jauh dari sekadar militer, memasukkan banyak dari lembaga keamanan nasional, anggota Kongres, pejabat asing dan kontraktor pertahanan.
(Rifka/Sosok.ID)