Sosok.ID - Seorang anak pastinya akan merasa tertekan bila dituntut terus-menerus oleh orang tuanya untuk menjadi yang terbaik.
Seperti kasus tragis yang dialami gadis belia yang dikenal sangat cerdas yang mengalami depresi sehingga nekat membunuh orang tua sendiri.
Dilansir Elitereaders, sebuah kasus tragis merenggut nyawa orang tua seorang gadis bernama Jennifer Pan.
Sang ibu tewas, dan ayahnya nyaris tewas oleh percobaan pembunuhan.
Baca Juga: Kisah Jennifer Pan, Bocah yang Tembak Kepala Ibunya Karena Disuruh Belajar Terus-terusan
Yang membuat miris, dalang perencanaan pembunuhan ini tak lain adalah Jennifer sendiri.
Gadis yang terkenal jenius ini nekat menghabisi nyawa orangtuanya karena depresi dituntut terus menjadi anak berprestasi di sekolah.
Jennifer Pan dikenal sebagai 'anak emas' di mata orang tuanya.
Ia siswa berprestasi selama menempuh studi di SMA Katolik, dan dengan mudah lulus sebagai sarjana Farmasi dari Universitas Toronto Kanada yang dikenal sebagai kampus favorit.
Orang tua Jennifer adalah pengungsi asal Vietnam, dan di perantauan mereka di Kanada mereka harus bekerja keras sebagai buruh untuk menghidupi dua buah hati mereka.
Inilah alasan kedua orang tua Jennifer memiliki harapan yang sangat tinggi agar putrinya tersebut bisa belajar dengan giat, bahkan harus berprestasi dalam bidang pendidikan yang ditempuhnya.
Kedua orang tuanya sangat menghargai pendidikan.
Mereka juga orang tua yang disiplin, cenderung keras, bagi Jennifer dan adiknya, Felix.
Jennifer adalah anak istimewa dan menjadi kebanggaan orang tua.
Jennifer disiplin mengikuti les piano dan skating, dan menguasai keduanya dengan sangat baik.
Jennifer juga berlatih bela diri dan perenang yang baik.
Dan di luar kegiatan ekstrakulikuler, ia adalah pelajar teladan yang tekun belajar hingga larut malam.
Pesta dan pacaran menjadi hal terlarang di rumahnya.
Pendidikan adalah segalanya.
Miris, di balik semua hal mengesankan itu, tersembunyi kebohongan, kebencian, dan dendam yang kemudian menjurus pada tindakan mengerikan yang menghancurkan keluarga dan diri Jennifer: pembunuhan sadis.
Segala harapan orang tuanya ternyata membuat Jennifer merasa tertekan.
Saat di kelas 8, prestasi belajar Jennifer mulai drop.
Ia tak lagi antusias belajar, dan nilai mulai anjlok, perlahan kepercayaan dirinya menurun.
Untuk menutupinya, Jennifer mulai berbohong hingga kebohongan menjadi kebiasaannya.
Dan gadis itu pun menjalani kehidupan ganda yang penuh kepalsuan dan penipuan.
Orang tua Jennifer mengira, putrinya adalah murid teladan, pelajar kelas "A".
Namun, nyatanya ia hanyalah kelas "B".
Mendapatkan nilai B masih lumayan bagi siswa lain.
Namun, di keluarga Jennifer itu merupakan aib.
Untuk menutupinya, Jennifer memalsukan raportnya, menutupi ketidakmampuannya.
Meski demikian, nilainya masih lumayan, ia pun diterima di Ryerson University di Toronto.
Namun, tak jadi mendapatkannya, gara-gara gagal dalam mata pelajaran kalkulus di akhir masa studinya.
Tak ingin mengecewakan orang tuanya, perempuan berkacamata itu berpura-pura kuliah.
Ia mengaku akan belajar sains selama 2 tahun di Ryerson University, sebelum melanjutkan kuliah di jurusan farmasi di University of Toronto yang terkemuka.
Jennifer mengumpulkan buku-buku bekas, berbohong bahwa ia mendapatkan beasiswa sehingga orang tuanya tak curiga mengapa mereka tak pernah dimintai uang untuk membayar kuliah.
Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya.
Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.
Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali ngibul dengan mengatakan, undangan yang dibagikan pada pihak orang tua terbatas.
Gara-gara ketahuan berbohong, orang tua Jennifer semakin bersikap keras.
Kebohongan itu berjalan lancar, hingga suatu ketika Bich dan Hann curiga dengan perilaku putri mereka.
Keduanya pun menguntit Jennifer yang mengaku bekerja di sebuah rumah sakit.
Saat dusta itu terungkap, tak hanya hati orang tuanya yang hancur.
Jennifer pun makin tertekan.
Bich dan Hann makin keras pada putrinya yang kala itu berusia dewasa.
Telepon genggam dilarang, komputer menjadi barang haram, Jennifer pun tak boleh berkencan dengan kekasihnya Daniel Wong.
Baca Juga: Kelakuan Sinting Warga India, Penggal Kepala Manusia Sebagai Tumbal Penghenti Wabah Corona
Bahkan, odometer atau penunjuk jarak pada mobil selalu dipantau.
Jennifer diperintahkan melanjutkan pendidikannya.
Pengawasan ketat pun diberlakukan pada perempuan dewasa itu.
Daniel kemudian memutuskan hubungan. Itu menjadi titik krisis baginya.
Setelah putus, Jennifer dekat dengan pria bernama Andrew Montemayor, teman sekolahnya saat SD.
Ia pun mulai berpikir bagaimana untuk lepas dari segala tekanan.
Bersama Montemayor dan teman sekamar kekasih barunya itu, Ricardo Duncan, mereka merancang sebuah plot.
Namun, apa yang mereka rancang hanya sekadar rencana hingga hubungan mereka bubar.
Jennifer pun dekat lagi dengan Daniel.
Mereka berencana untuk menyewa tukang pukul. Untuk memberi pelajaran pada "orang tua yang dianggap terlalu mengekang".
Jennifer mendapatkan ponsel baru dari Daniel, juga kontak ke seorang pria bernama Lenford "Homeboy" Crawford yang meminta duit 10 ribu dolar Kanada untuk mengerjai orang tua perempuan itu.
Entah bagaimana awalnya, rencana itu menjadi plot pembunuhan.
Merasa itu kelewatan, Daniel mundur.
Suatu malam pada tahun 2010, Jennifer memutuskan untuk mengeksekusi rencananya.
Kala itu, jarum jam menunjuk ke pukul 22.00.
Crawford, Mylvaganam, dan pria ketiga bernama Eric Carty memasuki pintu depan rumah target.
Mereka semua membawa senjata.
Bich dan Hann dipaksa turun ke lantai bawah.
Kepala mereka ditutupi selimut.
Sang ayah, Hann ditembak 2 kali, salah satunya di bagian muka.
Sementara ibunya, Bich ditembak 3 kali di kepala dan tewas seketika.
Ajaibnya, Hann selamat dan mengingat semua yang terjadi pada momentum mengerikan itu.
Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar.
Saat vonis bersalah dijatuhkan, Jennifer tak menunjukkan emosinya, hanya datar.
Namun, saat awak media meninggalkan ruang sidang, ia menangis dan gemetar tak terkendali.
Dengan dakwaan tingkat pertama, Jennifer divonis seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.
Ia berusia 28 tahun saat duduk sebagai pesakitan.
"Dan untuk dakwaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya, ia juga divonis menerima hukuman seumur hidup, yang akan dijalani secara bersamaan."
Carty, Mylvaganam, dan Crawford masing-masing menerima hukuman serupa.
(Kharisma Tri Saputra)
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Miris, Gadis Jenius Ini Bunuh Orangtuanya Karena Depresi Dituntut Harus Berprestasi